Mataram (ANTARA) - Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat Enen Saribanon mengungkapkan ada empat orang berpotensi menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi kerja sama operasional pemanfaatan aset Pemerintah Kabupaten Lombok Barat berupa lahan seluas 8,4 hektare yang kini berdiri bangunan bekas pusat perbelanjaan Lombok City Center (LCC).
"Untuk potensi tersangka, masih kami telusuri, tetapi dari perkembangan penyidikan ada muncul empat orang yang memang harus bertanggung jawab dalam kasus ini," kata Kepala Kejati NTB Enen Saribanon dalam konferensi pers di Mataram, Senin.
Terkait identitas dan peran mereka, Kajati NTB menolak untuk mengungkapkan ke publik, mengingat belum adanya gelar perkara untuk penetapan tersangka.
"Adalah itu, nanti. Sebentar lagi mungkin rekan-rekan akan tahu," ujarnya.
Sebagai bahan kebutuhan gelar perkara, Enen menyampaikan bahwa penyidik masih menunggu hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara (PKKN) dari akuntan publik.
Namun, dari hasil hitung mandiri kerugian keuangan negara, penyidik sudah menemukan angka Rp36 miliar.
Nilai itu muncul dari nominal pencairan kredit Bank Sinarmas yang menjadikan aset tersebut sebagai agunan dari PT Bliss yang melakukan KSO dengan PT Patut Patuh Patju (Tripat) selaku BUMD Lombok Barat.
"Jadi, yang diagunkan itu sertifikat lahannya di Bank Sinarmas. Sudah kami cek dan sekarang status kredit-nya macet. Kata bank, itu harus diambil alih dan sudah bisa dilelang," ucap dia.
Dengan mengetahui kondisi kredit tersebut, Enen mengatakan bahwa pihaknya sudah mengambil tindakan dengan menyita aset tersebut sebagai kelengkapan alat bukti di tahap penyidikan.
Dasar pihak kejaksaan menyita aset yang masih dalam status agunan tersebut mengacu pada aturan bahwa aset pemerintah yang menjadi agunan di bank sudah merupakan suatu perbuatan melawan hukum.
"Karena dalam aturan, aset pemda yang diagunkan itu enggak boleh," kata Enen.
Perkara aset LCC ini sebelumnya pernah maju sampai ke meja persidangan berdasarkan hasil penyidikan Kejati NTB. Dalam perkara tersebut ada dua pejabat dari PT Tripat, yang terjerat pidana.
Keduanya adalah mantan Direktur PT Tripat Lalu Azril Sopandi dan mantan Manajer Keuangan PT Tripat Abdurrazak.
Berdasarkan vonis pidana yang dijatuhkan, keduanya dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama hingga menimbulkan kerugian negara.
Dalam pertimbangan putusan, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram menguraikan proses penyertaan modal dan ganti gedung yang dibangun pada tahun 2014.
Saat Azril Sopandi masih menduduki jabatan Direktur PT Tripat, perusda tersebut mendapat penyertaan modal dari Pemerintah Daerah Lombok Barat berupa lahan strategis di Jalan Raya Mataram-Sikur, Desa Gerimak, Kecamatan Narmada seluas 8,4 hektare.
Lahan itu kemudian menjadi modal PT Tripat untuk membangun KSO dalam pengelolaan LCC, dalam hal ini pihak swasta dari PT Bliss, anak perusahaan dari Lippo Group.
Lahan seluas 4,8 hektare dari total 8,4 hektare, kemudian dijadikan agunan oleh PT Bliss ke PT Bank Sinarmas. Dari adanya agunan tersebut, PT Bliss pada tahun 2013 mendapat pinjaman dan menjadikannya sebagai modal pembangunan LCC.
Pelunasan kredit dari pinjaman modal dengan agunan aset milik Pemkab Lombok Barat dikabarkan tidak ada batas waktu pada PT Bank Sinarmas.
Dalam proses perjanjian KSO antara PT Tripat dengan PT Bliss, muncul keterlibatan mantan Bupati Lombok Barat Zaini Arony, yang turut serta membubuhkan tanda tangan perjanjian.