Mamuju (ANTARA) - Polresta Mamuju mengerahkan 300 personel pada pengamanan unjuk rasa menolak aktivitas pertambangan pasir yang berlangsung di depan Kantor Gubernur Sulawesi Barat.
"Sebanyak 300 personel gabungan kami kerahkan pada pengamanan ini. terdiri dari personel Polresta Mamuju, satuan kerja gabungan dari Polda Sulbar serta pasukan Brimob Polda Sulbar," kata Kapolresta Mamuju Komisaris Besar Polisi Ardi Sutriono, Senin.
Unjuk rasa yang dilakukan ratusan orang yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Sulbar Menolak Tambang itu, menuntut pencabutan izin tambang pasir yang dinilai merugikan masyarakat dan lingkungan di berbagai wilayah di Kabupaten Mamuju dan Mamuju Tengah.
Aksi ini diikuti oleh massa dari berbagai wilayah, diantaranya dari Kecamatan Karossa Kabupaten Mamuju Tengah, wilayah Kecamatan Kalukku dan Tapalang Kabupaten Mamuju.
Para pengunjuk rasa menyuarakan penolakan terhadap aktivitas pertambangan pasir di wilayah mereka.
Dalam aksi tersebut, massa menuntut agar Gubernur Sulbar Suhardi Duka turun langsung menemui mereka dan mendengarkan aspirasi secara terbuka.
Ketegangan sempat terjadi saat para demonstran berusaha mendesak masuk melalui gerbang Kantor Gubernur, namun situasi berhasil dikendalikan oleh petugas pengamanan.
Kapolresta menegaskan bahwa pengamanan dilakukan dengan pendekatan humanis dan persuasif guna menjaga situasi tetap kondusif.
"Kami hadir untuk memastikan kegiatan penyampaian aspirasi berjalan aman dan tertib. Kami juga mengimbau massa aksi agar menyampaikan pendapat dengan damai," ujar Ardi Sutriono.
Sementara dari pantauan, hingga Senin sore ratusan massa aksi masih terus bertahan di depan Kantor Gubernur Sulbar.
Para pengunjuk rasa mengancam akan tetap bertahan di depan Kantor Gubernur Sulbar dengan mendirikan tenda-tenda hingga tuntutan mereka dipenuhi.
"Kami akan terus bertahan di sini hingga tuntutan kami terkait pencabutan izin tambang dipenuhi. Ini menyangkut hidup kami dan sumber penghidupan kami akan dirampas," kata koordinator aksi Zulkarnain.
Protes terhadap keberadaan tambang pasir itu menurut para pengunjuk rasa sudah dilakukan sejak 2022, namun hingga kini, aktivitas pertambangan tersebut masih terus berlangsung.