Jakarta (ANTARA) - Sosok kelahiran Ternate, Maluku Utara, ini sudah malang melintang di perpolitikan Tanah Air, baik di lembaga legislatif maupun eksekutif.
Fadel Muhammad Al-Haddar, sebelumnya dikenal sebagai Gubernur Gorontalo yang dijabatnya sejak 10 Desember 2001 hingga 22 Oktober 2009. Artinya dua periode.
Bahkan, pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Provinsi Gorontalo 2006, Fadel memperoleh 81 persen suara yang tercatat sebagai tertinggi di Indonesia untuk pilkada sejenis.
Rekornya pun tercatat dalam Museum Rekor Dunia-Indonesia (MURI) sebagai rekor suara tertinggi di Indonesia untuk pemilihan gubernur.
Fadel pun tercatat sebagai salah satu pendiri Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), Ketua Umum Pengurus Dewan Jagung Nasional dan Ketua Umum Pusat Yayasan Al-Khairaat.
Selain itu, Fadel juga Ketua Umum Masyarakat Agribisnis dan Agroindustri Indonesia (MAI) serta Ketua Umum Induk Koperasi Karyawan (Inkopkar).
Pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Fadel dipercaya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan mulai 2009-2011 pada Kabinet Indonesia Bersatu II.
Bersamaan dengan itu, karirnya di partai politik juga menanjak dari Ketua DPD I Partai Golkar Provinsi Gorontalo, Bendahara DPP Partai Golkar (1999-2004) menjadi Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar pada 2009 2011.
Pada Pemilihan Umum 2014, Fadel maju sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari Daerah Pemilihan Gorontalo dan terpilih sebagai wakil rakyat di Senayan masa bhakti 2014-2019.
Fadel memilih "banting setir" ke jalur senator pada Pemilu 2019, yakni maju menjadi calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, namun masih dari Gorontalo.
Nasib baik masih berpihak bagi Fadel yang kembali dipercaya menjadi wakil rakyat di Senayan periode 2019-2024 meski dari jalur DPD.
Bahkan, sosok berusia 67 tahun itu terpilih menjadi pimpinan MPR usai mengalahkan tiga calon lain dari DPD, yakni GKR Kemas, Yorrys Raweyai dan Dedi Iskandar Batubara.
Dalam pemungutan suara tersebut, Fadel berhasil mengumpulkan 59 suara, GKR Hemas (46 suara), Yorrys Raweyai (16 suara), sementara Dedi Iskandar mendapatkan lima suara.
Guru Besar
Meski dikenal politikus ulung, ternyata Fadel memiliki perhatian besar terhadap dunia akademis, terbukti dengan gelar akademis yang diraihnya sampai mentok.
Tak banyak yang tahu ternyata Fadel memiliki gelar profesor. Gelar guru besar bidang public sector entrepreneurship dari Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur.
Rekam jejak akademis anak sulung kelahiran 20 Mei 1952 pun terbilang mentereng, yakni pendidikan sarjananya di Fakultas Teknik Industri, Institut Teknologi Bandung (ITB), selepas menamatkan SMA di Ternate.
Semasa kuliah, Fadel memiliki prestasi cemerlang dan mendapatkan penghargaan sebagai mahasiswa teladan pada 1975.
Bahkan, Fadel mendapatkan tawaran beasiswa dari Caltex dan Grant dari Mitsubishi serta pernah pula mendapatkan tawaran belajar di Institut Teknologi California, namun tawaran tersebut ditolaknya.
Suami dari Hj Hana Hasanah binti Thahir Shahab itu juga pernah bergabung dengan resimen mahasiswa (menwa) semasa berkuliah di ITB.
Fadel menyelesaikan kuliahnya selama enam tahun, dari 1972 hingga 1978. Setelah meraih gelar insinyur, Fadel melanjutkan pendidikan doktor di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta.
Pada 2018, Fadel dipercaya untuk menduduki jabatan guru besar di Unibraw, terhitung sejak 1 Juni 2018 melalui Surat Keputusan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang menetapkannya sebagai Guru Besar Ilmu Kewirausahaan Sektor Publik.
Pemikir Ekonomi
Ayah Tania Nadira itu juga dikenal ulet menjalankan bisnis sejak kecil hingga disertasi doktoralnya pun tentang pemikiran kewirausahaan.
Fadel memiliki ketekunan luar biasa dan pengalaman sangat luas dalam bidang kewirausahaan yang sebenarnya terbangun sejak anak-anak dengan membantu ibunya menjual roti.
Jiwa dan kemampuan "entrepreneurship"-nya mulai teruji ketika menjadi pengurus Koperasi Mahasiswa ITB dengan membuka keagenan sepeda motor.
Sederet jabatan di organisasi profesi diembannya, di antaranya sebagai Ketua Komite Kadin Iran, Ketua Asosiasi Sarjana dan Praktisi Administrasi (ASPA), anggota Persatuan Insinyur Indonesia (PII), anggota World CEO, dan anggota American Society of Mechanical Engineers.
Selain itu, Fadel pernah menjadi salah seorang pemegang saham Bank Intan yang kemudian dilikuidasi. Pernah pula mengalami perkara kepailitan melawan Bank IFI, ING Barings South East Asia Limited di Singapura serta Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Dalam putusan Pengadilan Niaga Jakarta pada 13 Maret 2001, Fadel dinyatakan pailit, namun secara mengejutkan dibebaskan dalam tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung (MA) pada 18 Oktober 2004.
Fadel tidak hanya menjadi praktisi, tetapi juga pemikir kewirausahaan dengan tulisannya yang tersebar di berbagai media, di samping pemikiran yang dituangkan dalam disertasinya.
Lengkap sudah jejak Fadel dalam kancah nasional, mulai akademis hingga politik, yang kini mengantarkannya sebagai Wakil Ketua MPR RI di bawah pimpinan Bambang Soesatyo dari Partai Golkar.
Fadel menjadi Wakil Ketua MPR bersama delapan koleganya, yakni Ahmad Basarah (PDI Perjuangan), Ahmad Muzani (Gerindra), Lestari Moerdijat (Nasdem), Jazilul Fawaid (Partai Kebangkitan Bangsa).
Kemudian, Syarief Hasan (Partai Demokrat), Hidayat Nur Wahid (Partai Keadilan Sejahtera), Zulkifli Hasan (Partai Amanat Nasional), Arsul Sani (Partai Persatuan Pembangunan).