Makassar (ANTARA) - Kepala Badan Standar Nasional Kukuh S Achmad mengatakan regulasi Standarisasi dan Penilaian Kesesuaian (SPK) dapat menunjang kelestarian lingkungan ditengah maraknya pembangunan disegala sektor.
”Pengelolaan lingkungan hidup sangat penting untuk memastikan kelanjutan bumi yang kita tinggali untuk generasi-generasi mendatang,” kata Kepala BSN sekaligus Ketua Komite Akreditasi Nasional (KAN) Kukuh S Achmad, Jumat.
BSN/KAN menggelar acara Webinar bertajuk Knowledge Sharing - Harmonisasi Regulasi Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk Akuntabilitas Pengujian.
Menyangkut penyusunan standarnya, Kukuh menuturkan bahwa BSN bertugas mengkoordinasikan penyusunan Standar Nasional Indonesia (SNI), khususnya yang berkaitan dengan lingkungan.
Tentu, dengan melibatkan Komite Teknis dalam hal ini adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Terkait dengan akuntabilitas pengujian untuk akuntabilitas regulasi lingkungan hidup, Kukuh menjelaskan bahwa BSN juga memiliki tugas untuk melakukan uji kompetensi laboratorium pengujian lingkungan hidup atau yang kita kenal dengan akreditasi melalui Komite Akreditasi Nasional (KAN).
SNI ISO/IEC 17025 Persyaratan umum kompetensi laboratorium pengujian dan laboratorium kalibrasi, dijadikan prasayarat oleh KLHK untuk dilakukan registrasi kompetensi laboratorium lingkungan hidup.
"Saya mengimbau kepada seluruh laboratorium untuk tetap mempertahankan kompetensi masing-masing, walau di tengah pandemi COVID-19. Tetap harus produktif dengan menjalankan
protokol kesehatan. KAN telah mengintrodusir tata cara asesmen jarak jauh atau remote assessment," ujarnya.
Kepala Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Universitas Diponegoro, Dwi P. Sasongko memaparkan mengenai perkembangan dan isu-isu lingkungan di Indonesia dalam Perspektif Penerapan Standardisasi Lingkungan Hidup.
UU No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, pasal 3 huruf B: Meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya dari aspek keselamatan, keamanan, kesehatan, maupun pelestarian lingkungan hidup.
“Yang menjadi sorotan utama adalah proses industrialisasi untuk memajukan ekonomi, di sisi lain memiliki potensi menurunkan kualitas lingkungan hidup," katanya.
Menurut Dwi, pada tataran internasional, pada aras global ada beberapa protokol dan konvensi yang diterapkan di Indonesia melalui proses adopsi dan modifikasi melalui ratifikasi peraturan perundang-undangan, sehingga menjadi bagian dari sistem hukum nasional.
Pertama adalah Protokol Cartagena terkait untuk keamanan hayati atau bio safety, kedua adalah Konvensi Bazel terkait pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), ketiga adalah Protokol Montreal terkait perlindungan ozon, berikutnya adalah Protokol Kyoto tentang perubahan iklim, yang manaprotokol-protokol tersebut menghasilkan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Pelaksanaan untuk diterapkan pada level ekosistem atau level proyek.
Dwi kembali menjelaskan bahwa Pusat Standardisasi Lingkungan Hidup dan Kehutanan KLHK telah memiliki daftar SNI yang terdiri dari Bidang Standardisasi Pengelolaan, yaitu: SNI tentang Manajemen Lingkungan; Bidang Standardisasi Produk: SNI tentang Kriteria Ekolabel; Bidang Standardisasi Teknologi dan Pengujian: SNI tentang Kualitas Air dan Air Limbah, SNI tentang Kualitas Air Laut, SNI tentang Kualitas Udara, SNI tentang Bahan Berbahaya Beracun, SNI tentang Kriteria Ekolabel.
Analis Kebijakan Utama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Herman Hermawan menjelaskan peta sebaran Laboratorium Penguji Lingkungan Hidup yang berjumlah 1040 laboratorium.
Laboratorium yang terklasifikasi sebanyak 295 laboratorium penguji parameter kualitas lingkungan, serta 125 laboratorium lingkungan teregistrasi. Sehingga total laboratorium terakreditasi KAN sebanyak 1411 laboratorium yang mengacu pada peraturan Kementerian Hukum dan HAM juga public sharing dengan stakeholder untuk memperbarui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 6 Tahun 2009 sesuai perkembangan yang ada, salah satunya mengacu pada SNI ISO 17025:2017.
“Sampai dengan tahun 2019 Puslitbang Kualitas dan Laboratorium Lingkungan (P3KLL) telah melakukan pembinaan dan pendampingan percepatan menuju akreditasi (pilot project) pada 24 laboratorium lingkungan di instansi Lingkungan Hidup Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang tersebar di 16 Provinsi di Indonesia,” ujar Herman.
“Dapat dicermati bahwa kelemahan pada level implementasi, ditunjukkan bahwa RPJMD anggaran pendukung 72 persen anggaran dialokasikan untuk persampahan, padahal 11 urusan Lingkung Hidup bukan hanya urusan persampahan,” ujar Herman.