Makassar (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan akan kembali mengambil langkah tegas untuk pembatasan keluar-masuk Kota Makassar sebagai wilayah epicentrum penyebaran COVID-19, yakni dengan kembali diberlakukan surat keterangan perjalanan masuk Makassar.
Peraturan tersebut sebagai upaya menekan angka kasus COVID-19 di Sulsel yang semakin meningkat sepekan terakhi, kata Ketua Tim Konsultan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Sulsel, Prof Ridwan Amiruddin di Makassar, Selasa.
Ia mengatakan 65 persen penyebaran dan kasus COVID-19 Sulsel berada di Kota Makassar, sehingga penanganan COVID-19 akan terkonsentrasi di Makassar dua pekan ke depan.
Hal ini, kata dia juga untuk mengefisienkan sumber daya dan mengoptimalkan program di Kota Makassar yang dianggap mampu mengendalikan COVID-19 di Sulsel.
"Meskipun kotanya (Makassar) yang diintervensi tetapi sesungguhnya dengan adanya pembatasan perjalanan maka orang lain dari daerah akan berpikir untuk masuk ke Makassar karena diberlakukannya kembali surat keterangan perjalanan," katanya.
Surat keterangan ini dianggap sangat penting untuk menegaskan status masyarakat yang melakukan perjalanan ke Makassar dengan disertai keterangan sehat keluar-masuk Kota Makassar.
Prof Ridwan melanjutkan terkait langkah-langkah yang akan diambil sesuai dengan arahan rapat pimpinan dan rapat bersama Kapolda dan Forkopimda Sulsel hari ini (15/09), maka akan dilakukan operasi yustisi.
Operasi Yustisi dilakukan berdasarkan prinsipnya untuk penegakan protokol kesehatan. Adapun beberapa aktivitasnya di antaranya
mengurangi kerumunan, mendisiplinkan protokol kesehatan dan membatasi pergerakan warga.
"Mungkin akan ada pembatasan aktivitas dari sebelumnya 24 jam, mungkin sekarang akan dibatasi di waktu-waktu tertentu," katanya.
Operasi Yustisi ini juga memungkinkan pengenaan sanksi administrasi atau pidana bagi yang melanggar protokol kesehatan. Hal ini dinyatakan telah tertuang pada perwali nomor 51 Kota Makassar tahun 2020.
"Memang sudah diatur sepertinya bahwa ada sanksi keuangan atau sanksi denda hingga Rp300.000 jika melanggar protokol kesehatan," katanya.
Sementara pada penegakan operasi Yustisi tersebut, harus dilaksanakan secara terintegrasi, bukan hanya dari tim kepolisian atau Satpol PP
tetapi tim kerja yang langsung dapat mengeksekusi persoalan di lapangan.
Selain itu, akan dilakukan peningkatan jumlah testing untuk meningkatkan angka kesembuhan, penurunan angka kematian dan sinkronisasi data. Sebab peluang terjadinya peningkatan kasus COVID-19 gelombang ke II di Sulsel bisa saja terjadi.
"Program-program bersifat imbauan itu kan sebenarnya sudah dilakukan sejak Maret hingga September dan sekarang waktunya penegakan protokol kesehatan secara tegas di masyarakat," ujarnya.