Forum ALKI II sarankan Pemprov Sulbar mendesain pembangunan sektor kemaritiman
Mamuju (ANTARA) - Forum Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II menyarankan Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat mendesain pembangunan yang mengarah kepada optimalisasi sektor kemaritiman, mengingat daerah itu merupakan bagi dari poros maritim ALKI II yang menjadi jalur perdagangan internasional.
"Ancaman global ke depan harus dihitung dengan matang oleh pemerintah di Sulbar, salah satunya melakukan desain pembangunan daerah yang mengarah pada sektor kemaritiman," kata Irfan Basri, pendiri Forum ALKI II yang juga staf ahli Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), dalam diskusi dengan tema "Mengeja pembangunan kemaritiman Sulbar," yang digelar di Mamuju, Kamis.
Ia mengatakan, desain pembangunan harus mengarah kepada sektor kemaritimian karena Sulbar dilalui poros maritim ALKI II di perairan selat Makassar yang juga merupakan wilayah perairan Sulbar.
"Saat ini selat Malaka merupakan pintu gerbang ekonomi dan pelabuhan terbesar ketiga di dunia, namun ke depan ini akan berubah seiring pesatnya perdagangan di negara berkembang," katanya.
Ia mengatakan, ancaman global ke depan yakni negara di Asia dan benua Eropa dalam melakukan ekspansi ekonomi mesti dibaca dengan sangat matang dan apa imbasnya terhadap bangsa kita.
"Bila laut China Selatan diblokade karena kepentingan ekonomi negara global seperti Amerika dan China, maka mau tidak mau poros maritim akan beralih ke jalur ALKI II tidak lagi melalui selat Malaka. Disitulah pentingnya mendesain pembangunan sektor kemaritiman karena ALKI II sebagai jalur dagang internasional," katanya.
Oleh karena itu, ia berharap pemerintah di Sulbar menyikapi hal itu dengan mendesain pembangunan di sektor pangan, infrastruktur energi dan sumber daya manusia serta kemaritiman.
"Bukan hanya itu, pengelolaan sumber daya energi di Sulbar harus dimaksimalkan dengan membangun sekolah tinggi teknologi nuklir (STTN) mengingat kandungan Sulbar yang kaya akan sumber daya energi," katanya.
Ia berharap pemerintah di daerah tidak hanya sibuk dalam mengurusi politik namun juga mendesain daerahnya dari segala bentuk ancaman dan invasi dagang yang perlu dibangunkan pertahanan ekonomi.
"Sulbar juga harus siap menjadi penyangga ibu kota negara yang baru di pulau Kalimantan, dengan mempersiapkan pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang siap digunakan membangun negara ini," katanya.
Potensi ancaman
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2002, tentang Alur Laut Kepulauan Indonesia, terdapat tiga ALKI.
Pertama, jalur pada ALKI I yang difungsikan untuk pelayaran dari Laut Cina Selatan melintasi Laut Natuna, Selat Karimata, Laut Jawa, dan Selat Sunda ke Samudera Hindia, dan sebaliknya; dan untuk pelayaran dari Selat Singapura melalui Laut Natuna dan sebaliknya.
Kedua, jalur pada ALKI II yang difungsikan untuk pelayaran dari Laut Sulawesi melintasi Selat Makasar, Laut Flores, dan Selat Lombok ke Samudera Hindia, dan sebaliknya.
Ketiga, jalur pada ALKI III-A yang difungsikan untuk pelayaran dari Samudera Pasifik melintasi Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai, dan Laut Sawu.
Masing-masing ALKI mempunyai potensi ancaman yang dinilai relevan dan membutuhkan koordinasi yang lebih serius.
Potensi ancaman di ALKI I terkait imbas konflik klaim wilayah atas kepulauan Spratly dan Paracel di Laut Cina Selatan, seperti digunakannya wilayah ALKI I untuk kegiatan manuver angkatan perang negara yang terlibat.
Selain itu, imbas kepadatan lalu lintas pelayaran di Selat Malaka, seperti digunakannya wilayah ALKI I oleh perompak untuk menghindari kejaran aparat keamanan Indonesia dan aparat keamanan gabungan (Indonesia, Malaysia, dan Singapura) atau penyelundupan.
Untuk ALKI II, potensi ancaman berasal dari imbas konflik Blok Ambalat, seperti digunakannya wilayah ALKI II untuk manuver angkatan perang negara tetangga dan imbas lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan, seperti penangkapan ikan dan sumber daya alam lainnya secara ilegal.
Selain itu, imbas dari pusat pariwisata dunia di Bali, seperti penyelundupan barang secara ilegal dan perdagangan manusia, serta terorisme dan imbas politik ekspansional Malaysia, seperti kemungkinan baru klaim wilayah teritorial setelah berhasil menguasai pulau Sipadan dan Ligitan, serta provokasi atas wilayah Blok Ambalat, juga merupakan potensi ancaman bagi ALKI II.
Untuk ALKI III, potensi ancaman berasal dari imbas konflik internal negara tetangga di utara (Filipina) dan selatan (Timor Leste), seperti dijadikannya wilayah ALKI IIIA sebagai sarana pelarian atau kegiatan lain yang membahayakan keamanan laut serta imbas dari lepasnya Timor Timur menjadi negara berdaulat (Timor Leste) terkait dengan blok migas di sebelah selatan pulau Timor, seperti pelanggaran wilayah, penyelundupan, dan klaim teritorial.
Diantara ALKI I, II, dan III, ALKI II merupakan lintasan laut dalam yang ekonomis dan aman untuk dilalui. ALKI II yang melewati Selat Makassar-Selat Lombok membelah sisi Indonesia Bagian Barat dan Indonesia Bagian Timur.
Sebagai jalur perdagangan dan pelayaran internasional, ALKI II memiliki nilai strategis. ALKI II yang mencakup Selat Lombok, Selat Makassar, dan Laut Sulawesi menjadi penting dalam posisinya sebagai jalur pendukung utama dari Selat Malaka yang sudah amat padat.
"Ancaman global ke depan harus dihitung dengan matang oleh pemerintah di Sulbar, salah satunya melakukan desain pembangunan daerah yang mengarah pada sektor kemaritiman," kata Irfan Basri, pendiri Forum ALKI II yang juga staf ahli Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), dalam diskusi dengan tema "Mengeja pembangunan kemaritiman Sulbar," yang digelar di Mamuju, Kamis.
Ia mengatakan, desain pembangunan harus mengarah kepada sektor kemaritimian karena Sulbar dilalui poros maritim ALKI II di perairan selat Makassar yang juga merupakan wilayah perairan Sulbar.
"Saat ini selat Malaka merupakan pintu gerbang ekonomi dan pelabuhan terbesar ketiga di dunia, namun ke depan ini akan berubah seiring pesatnya perdagangan di negara berkembang," katanya.
Ia mengatakan, ancaman global ke depan yakni negara di Asia dan benua Eropa dalam melakukan ekspansi ekonomi mesti dibaca dengan sangat matang dan apa imbasnya terhadap bangsa kita.
"Bila laut China Selatan diblokade karena kepentingan ekonomi negara global seperti Amerika dan China, maka mau tidak mau poros maritim akan beralih ke jalur ALKI II tidak lagi melalui selat Malaka. Disitulah pentingnya mendesain pembangunan sektor kemaritiman karena ALKI II sebagai jalur dagang internasional," katanya.
Oleh karena itu, ia berharap pemerintah di Sulbar menyikapi hal itu dengan mendesain pembangunan di sektor pangan, infrastruktur energi dan sumber daya manusia serta kemaritiman.
"Bukan hanya itu, pengelolaan sumber daya energi di Sulbar harus dimaksimalkan dengan membangun sekolah tinggi teknologi nuklir (STTN) mengingat kandungan Sulbar yang kaya akan sumber daya energi," katanya.
Ia berharap pemerintah di daerah tidak hanya sibuk dalam mengurusi politik namun juga mendesain daerahnya dari segala bentuk ancaman dan invasi dagang yang perlu dibangunkan pertahanan ekonomi.
"Sulbar juga harus siap menjadi penyangga ibu kota negara yang baru di pulau Kalimantan, dengan mempersiapkan pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang siap digunakan membangun negara ini," katanya.
Potensi ancaman
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2002, tentang Alur Laut Kepulauan Indonesia, terdapat tiga ALKI.
Pertama, jalur pada ALKI I yang difungsikan untuk pelayaran dari Laut Cina Selatan melintasi Laut Natuna, Selat Karimata, Laut Jawa, dan Selat Sunda ke Samudera Hindia, dan sebaliknya; dan untuk pelayaran dari Selat Singapura melalui Laut Natuna dan sebaliknya.
Kedua, jalur pada ALKI II yang difungsikan untuk pelayaran dari Laut Sulawesi melintasi Selat Makasar, Laut Flores, dan Selat Lombok ke Samudera Hindia, dan sebaliknya.
Ketiga, jalur pada ALKI III-A yang difungsikan untuk pelayaran dari Samudera Pasifik melintasi Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai, dan Laut Sawu.
Masing-masing ALKI mempunyai potensi ancaman yang dinilai relevan dan membutuhkan koordinasi yang lebih serius.
Potensi ancaman di ALKI I terkait imbas konflik klaim wilayah atas kepulauan Spratly dan Paracel di Laut Cina Selatan, seperti digunakannya wilayah ALKI I untuk kegiatan manuver angkatan perang negara yang terlibat.
Selain itu, imbas kepadatan lalu lintas pelayaran di Selat Malaka, seperti digunakannya wilayah ALKI I oleh perompak untuk menghindari kejaran aparat keamanan Indonesia dan aparat keamanan gabungan (Indonesia, Malaysia, dan Singapura) atau penyelundupan.
Untuk ALKI II, potensi ancaman berasal dari imbas konflik Blok Ambalat, seperti digunakannya wilayah ALKI II untuk manuver angkatan perang negara tetangga dan imbas lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan, seperti penangkapan ikan dan sumber daya alam lainnya secara ilegal.
Selain itu, imbas dari pusat pariwisata dunia di Bali, seperti penyelundupan barang secara ilegal dan perdagangan manusia, serta terorisme dan imbas politik ekspansional Malaysia, seperti kemungkinan baru klaim wilayah teritorial setelah berhasil menguasai pulau Sipadan dan Ligitan, serta provokasi atas wilayah Blok Ambalat, juga merupakan potensi ancaman bagi ALKI II.
Untuk ALKI III, potensi ancaman berasal dari imbas konflik internal negara tetangga di utara (Filipina) dan selatan (Timor Leste), seperti dijadikannya wilayah ALKI IIIA sebagai sarana pelarian atau kegiatan lain yang membahayakan keamanan laut serta imbas dari lepasnya Timor Timur menjadi negara berdaulat (Timor Leste) terkait dengan blok migas di sebelah selatan pulau Timor, seperti pelanggaran wilayah, penyelundupan, dan klaim teritorial.
Diantara ALKI I, II, dan III, ALKI II merupakan lintasan laut dalam yang ekonomis dan aman untuk dilalui. ALKI II yang melewati Selat Makassar-Selat Lombok membelah sisi Indonesia Bagian Barat dan Indonesia Bagian Timur.
Sebagai jalur perdagangan dan pelayaran internasional, ALKI II memiliki nilai strategis. ALKI II yang mencakup Selat Lombok, Selat Makassar, dan Laut Sulawesi menjadi penting dalam posisinya sebagai jalur pendukung utama dari Selat Malaka yang sudah amat padat.