Jakarta (ANTARA) - Kematian ratusan petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) pada Pemilu 2019 menjadi sebuah tragedi yang memilukan di sepanjang sejarah penyelenggaraan pesta demokrasi di Tanah Air.
Sebagaimana dikutip dari "Hasil Kajian Lintas Disiplin atas Meninggal dan Sakitnya Petugas Pemilu 2019" yang disusun oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI pada 4 Mei 2019 menyampaikan sebanyak 440 petugas Pemilu 2019 meninggal dunia dan 3.788 orang mengalami sakit.
Berkaca dari tragedi tersebut, KPU RI mulai merumuskan sejumlah langkah demi mencegah kematian petugas KPPS tidak terulang kembali di hari pemungutan suara Pemilu 2024 yang dijadwalkan jatuh pada tanggal 14 Februari 2024.
Anggota KPU RI Idham Holik menyampaikan langkah-langkah antisipasi tersebut, di antaranya adalah keputusan KPU untuk membatasi usia petugas KPPS.
Apabila pada Pemilu 2019 KPU hanya mengatur batasan usia minimal petugas KPPS adalah 17 tahun, pada Pemilu 2024, ditambahkan adanya batasan usia maksimal, yakni 55 tahun. Keputusan tersebut didasarkan pada kajian yang telah dilakukan oleh KPU RI dengan melibatkan beberapa pihak, dari Kementerian Kesehatan, akademisi, dan aktivis kepemiluan.
Hasil kajian tersebut menunjukkan bahwa mereka yang berada pada rentang usia 17 sampai dengan 55 tahun memiliki imunitas atau ketahanan tubuh yang lebih baik dari usia-usia lainnya. Dengan demikian, KPU meyakini petugas KPPS yang berusia 17 sampai dengan 55 tahun dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan tidak terhambat oleh faktor kesehatan.
Berikutnya, KPU juga akan segera menindaklanjuti nota kesepahaman dengan Kementerian Kesehatan dalam rangka memastikan petugas KPPS yang merupakan bagian dari badan ad hoc penyelenggara pemilu itu berada dalam kondisi yang sehat. KPU bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan untuk memberikan fasilitas pengecekan kesehatan terhadap para petugas KPPS.
Sebelumnya, KPU telah menandatangani nota kesepahaman dengan Kementerian Kesehatan terkait dengan kesehatan petugas KPPS itu pada tahun 2021.
Langkah antisipasi ketiga yang dirumuskan oleh KPU adalah menghadirkan metode dua panel dalam penghitungan suara Pemilu 2024. Dengan adanya dua panel penghitungan suara itu, dari KPPS yang berjumlah tujuh orang akan dibagi menjadi dua kelompok.
Kelompok pertama bertugas di panel A atau panel pertama untuk menghitung perolehan suara hasil pemilihan presiden dan wakil presiden serta anggota DPD RI. Kemudian di panel B atau panel kedua, petugas KPPS menghitung perolehan suara pemilihan anggota DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Sisi positif dan negatif
Terkait dengan rancangan metode penghitungan suara melalui dua panel itu, anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini yang juga pengajar pemilu pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) menilai penerapan metode penghitungan suara melalui dua panel itu memang dapat meringankan beban kerja petugas KPPS dalam menghitung suara hasil Pemilu 2024.
Meskipun begitu, metode seperti itu berpotensi mengurangi akses pengawas pemilu serta pemilih atau masyarakat dalam mengawasi penghitungan suara. Dicontohkan, saat penghitungan suara dilakukan, pengawas pemilu ataupun masyarakat tidak dapat mengawasi penghitungan suara hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPD, DPR RI, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota secara serentak.
Pengawas pemilu ataupun pemilih dan masyarakat hanya dapat mengikuti satu panel penghitungan suara. Dampak akhirnya, kualitas akuntabilitas penghitungan suara Pemilu 2024 berpotensi berkurang dibandingkan dengan pemilu-pemilu sebelumnya.
arena itu, dalam penerapan metode dua panel itu KPU harus menyediakan ruang yang luas di tempat pemungutan suara (TPS). Berkaca pada penyelenggara penghitungan suara di pemilu-pemilu sebelumnya, masih ada sejumlah TPS yang berada di lokasi yang sempit. Dengan demikian, apabila KPU menerapkan penghitungan suara dengan dua panel di TPS yang sempit, hal tersebut dapat mendistorsi konsentrasi petugas KPPS.
Oleh karena itu, KPU agar terus melakukan simulasi tata cara penghitungan suara dengan metode baru itu, sehingga dapat mengidentifikasi masalah yang muncul selama simulasi berlangsung. Sejauh ini, KPU telah menggelar tiga simulasi penghitungan suara dengan metode baru itu, yakni di Kota Tangerang Selatan (Banten), Kota Bogor (Jawa Barat), dan Kota Palembang (Sumatera Selatan).
Selain membatasi usia, mengecek kesehatan petugas KPPS, dan menghadirkan metode penghitungan suara dua panel, KPU juga menjalankan amanat Mahkamah Konstitusi, yakni memperpanjang waktu penghitungan suara selama 12 jam sejak berakhirnya masa penghitungan suara di hari pemungutan suara Pemilu 2024.
Dengan begitu, petugas KPPS diberi ruang yang lebih luas untuk menyelesaikan penghitungan suara dan penulisan berita acara penghitungan suara Pemilu 2024 sampai 12 jam sejak waktu penghitungan suara berakhir pukul 23.59 WIB pada 14 Februari 2024.
Berikutnya, KPU juga merancang kebijakan inovatif terkait dengan desain formulir yang akan digunakan petugas KPPS dalam mendokumentasikan hasil penghitungan suara Pemilu 2024. KPU akan menghadirkan desain formulir yang lebih sederhana dan dipastikan tidak menyita banyak energi petugas KPPS serta memanfaatkan aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap.
Seluruh ikhtiar tersebut akan dimuat dalam rancangan peraturan KPU mengenai pemungutan suara dan penghitungan suara Pemilu Tahun 2024. Sebagaimana disampaikan oleh Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari, seluruh kebijakan baru yang dihadirkan itu bertujuan utama untuk memastikan penghitungan suara oleh KPPS berjalan dengan baik, sekaligus memastikan insiden banyaknya petugas KPPS meninggal dunia, seperti pada Pemilu 2019, tidak terjadi kembali.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Ikhtiar KPU cegah tragedi kematian KPPS terulang di Pemilu 2024