Dosen Unsoed usul cabut gelar profesor Pius Lustrilanang
Purwokerto (ANTARA) - Dosen Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Teuku Junaidi mengatakan Unsoed harus mengusulkan kepada Mendikbudristek untuk mencabut gelar profesor kehormatan yang diberikan kepada Pius Lustrilanang jika anggota BPK itu terbukti terlibat dalam kasus yang tengah ditangani KPK.
"Dari awal saya sudah mengingatkan, hati-hati dalam memberikan gelar profesor kehormatan kepada pihak luar, karena memberi penghargaan harus benar-benar diusulkan pihak Unsoed berdasarkan pengusulan ketokohan atau kontribusi tokoh tersebut pada negara," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu.
Bahkan, dia mengaku telah mengingatkan Unsoed jauh hari sebelum Pius Lustrilanang dikukuhkan sebagai profesor atau guru besar kehormatan pada tanggal 23 September 2023, yakni saat anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu hendak menggelar acara bedah buku "Aldera" pada bulan Mei karena diduga ingin mendapatkan gelar profesor di Unsoed.
Menurut dia, tidak masalah jika Unsoed memberikan gelar profesor kehormatan kepada orang-orang yang dinilai berjasa namun hal itu harus diproses dari awal secara wajar, apalagi berdasarkan penelusuran Unsoed tidak pernah bersentuhan atau berhubungan atau mengajar di perguruan tinggi negeri tersebut.
Ia mengakui jika rencana penganugerahan profesor kehormatan kepada Pius sempat menimbulkan perdebatan karena Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unsoed dinilai tidak memprosesnya dari awal.
Akan tetapi, kata dia, pihaknya mendapat informasi bahwa telah ada perubahan peraturan terkait dengan pemberian gelar profesor kehormatan tidak lagi harus melalui fakultas seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Profesor Kehormatan Pada Perguruan Tinggi.
Selain itu dalam memberikan gelar secara etika moral, lanjut dia, perguruan tinggi tidak boleh memberi kepada orang-orang yang berafiliasi ke partai politik.
Ia mengakui BPK memang bukan partai politik, tetapi beberapa orang di lembaga tersebut berasal dari parpol.
"Ini memang dilema. Jadi menurut saya, Unsoed ke depan kalau mau memberi penghargaan silakan kepada Panglima TNI, Kapolri, BIN atau kepada menteri, yang rekam jejaknya jelas atau kepada pengusaha yang telah berjasa pada negara silakan, tapi jangan kepada orang yang berafiliasi kepada partai politik," kata Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Unsoed itu.
Lebih lanjut, dia mengaku ragu Unsoed memberikan gelar profesor kehormatan secara murni sebagai penghargan kepada Pius Lustrilanang karena sudah menjadi rahasia umum instansi pemerintah segan dan sungkan kepada beberapa lembaga dan instansi pemerintah khususnya BPK.
"Pemberian gelar kehormatan kepada saudara Pius sampai saat ini belum diketahui siapa yang mengusulkan dari awal, masih tanda tanya, kesannya seperti orang datang kemari, kulo nuwun, bisa dapat profesor. Ini bisa terjadi, itu bisa dimungkinkan dari data-data, proses awal tidak jelas, sehingga pada saat pengukuhan saja, jangan sampai terulang lagi oleh Unsoed," katanya.
Menurut Junaidi, rektor harus lebih selektif terhadap masukan orang di sekitarnya yang diduga memiliki kepentingan dan keuntungan pribadi dengan mengorbankan institusi.
"Bukan rahasia lagi staf dosen yang berurusan dengan projek sangat dekat dengan para aparat, maka jangan sampai para pimpinan dimanfaatkan oleh oknum oknum tersebut, dengan mengusulkan pemberian guru besar dengan kopensasi tertentu yang merugikan Unsoed," katanya.
Selain itu, kata dia, Unsoed berterima kasih mendapatkan hadiah videotron yang harganya cukup mahal dan diperkirakan dari mitra strategis Pius.
"Kami senang-senang saja kalau itu hibah, tapi secara wajar. Mudah-mudahan bukan sebagai gratifikasi," katanya.
Terkait dengan hal itu, Junaidi mengharapkan demi nama baik Unsoed, agar rektor dapat mempertimbangkan kemungkinan mengusulkan kepada Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) agar mencabut gelar profesor kehormatan jika nantinya Pius Lustrilanang benar-benar telah terbukti dan terlibat dalam kasus yang sedang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Bahkan ada informasi jika dalam waktu dekat ada mantan anggota BPK berinisial AJP yang akan mendapat gelar profesor di Unsoed. Padahal dia juga mengajar di beberapa perguruan tinggi, tapi kenapa harus cari gelar profesor di Unsoed, bukan tidak mungkin akan ada lagi yang instansi lain yang akan meminta gelar guru besar atau gelar kehormatan dari Unsoed" katanya.
Saat dihubungi ANTARA melalui telepon pada Selasa (14/11) siang, Rektor Unsoed Prof Akhmad Sodiq menolak panggilan telepon tersebut dan mengirimkan pesan jika berkenan melalui WhatsApp karena sedang ada pertemuan akademik.
Akan tetapi hingga Rabu (15/11) pagi, pertanyaan terkait Pius Lustrilanang yang diajukan melalui WhatsApp itu belum dibalas oleh Rektor Unsoed.
"Dari awal saya sudah mengingatkan, hati-hati dalam memberikan gelar profesor kehormatan kepada pihak luar, karena memberi penghargaan harus benar-benar diusulkan pihak Unsoed berdasarkan pengusulan ketokohan atau kontribusi tokoh tersebut pada negara," katanya di Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, Rabu.
Bahkan, dia mengaku telah mengingatkan Unsoed jauh hari sebelum Pius Lustrilanang dikukuhkan sebagai profesor atau guru besar kehormatan pada tanggal 23 September 2023, yakni saat anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu hendak menggelar acara bedah buku "Aldera" pada bulan Mei karena diduga ingin mendapatkan gelar profesor di Unsoed.
Menurut dia, tidak masalah jika Unsoed memberikan gelar profesor kehormatan kepada orang-orang yang dinilai berjasa namun hal itu harus diproses dari awal secara wajar, apalagi berdasarkan penelusuran Unsoed tidak pernah bersentuhan atau berhubungan atau mengajar di perguruan tinggi negeri tersebut.
Ia mengakui jika rencana penganugerahan profesor kehormatan kepada Pius sempat menimbulkan perdebatan karena Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unsoed dinilai tidak memprosesnya dari awal.
Akan tetapi, kata dia, pihaknya mendapat informasi bahwa telah ada perubahan peraturan terkait dengan pemberian gelar profesor kehormatan tidak lagi harus melalui fakultas seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2021 tentang Pengangkatan Profesor Kehormatan Pada Perguruan Tinggi.
Selain itu dalam memberikan gelar secara etika moral, lanjut dia, perguruan tinggi tidak boleh memberi kepada orang-orang yang berafiliasi ke partai politik.
Ia mengakui BPK memang bukan partai politik, tetapi beberapa orang di lembaga tersebut berasal dari parpol.
"Ini memang dilema. Jadi menurut saya, Unsoed ke depan kalau mau memberi penghargaan silakan kepada Panglima TNI, Kapolri, BIN atau kepada menteri, yang rekam jejaknya jelas atau kepada pengusaha yang telah berjasa pada negara silakan, tapi jangan kepada orang yang berafiliasi kepada partai politik," kata Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Unsoed itu.
Lebih lanjut, dia mengaku ragu Unsoed memberikan gelar profesor kehormatan secara murni sebagai penghargan kepada Pius Lustrilanang karena sudah menjadi rahasia umum instansi pemerintah segan dan sungkan kepada beberapa lembaga dan instansi pemerintah khususnya BPK.
"Pemberian gelar kehormatan kepada saudara Pius sampai saat ini belum diketahui siapa yang mengusulkan dari awal, masih tanda tanya, kesannya seperti orang datang kemari, kulo nuwun, bisa dapat profesor. Ini bisa terjadi, itu bisa dimungkinkan dari data-data, proses awal tidak jelas, sehingga pada saat pengukuhan saja, jangan sampai terulang lagi oleh Unsoed," katanya.
Menurut Junaidi, rektor harus lebih selektif terhadap masukan orang di sekitarnya yang diduga memiliki kepentingan dan keuntungan pribadi dengan mengorbankan institusi.
"Bukan rahasia lagi staf dosen yang berurusan dengan projek sangat dekat dengan para aparat, maka jangan sampai para pimpinan dimanfaatkan oleh oknum oknum tersebut, dengan mengusulkan pemberian guru besar dengan kopensasi tertentu yang merugikan Unsoed," katanya.
Selain itu, kata dia, Unsoed berterima kasih mendapatkan hadiah videotron yang harganya cukup mahal dan diperkirakan dari mitra strategis Pius.
"Kami senang-senang saja kalau itu hibah, tapi secara wajar. Mudah-mudahan bukan sebagai gratifikasi," katanya.
Terkait dengan hal itu, Junaidi mengharapkan demi nama baik Unsoed, agar rektor dapat mempertimbangkan kemungkinan mengusulkan kepada Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) agar mencabut gelar profesor kehormatan jika nantinya Pius Lustrilanang benar-benar telah terbukti dan terlibat dalam kasus yang sedang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Bahkan ada informasi jika dalam waktu dekat ada mantan anggota BPK berinisial AJP yang akan mendapat gelar profesor di Unsoed. Padahal dia juga mengajar di beberapa perguruan tinggi, tapi kenapa harus cari gelar profesor di Unsoed, bukan tidak mungkin akan ada lagi yang instansi lain yang akan meminta gelar guru besar atau gelar kehormatan dari Unsoed" katanya.
Saat dihubungi ANTARA melalui telepon pada Selasa (14/11) siang, Rektor Unsoed Prof Akhmad Sodiq menolak panggilan telepon tersebut dan mengirimkan pesan jika berkenan melalui WhatsApp karena sedang ada pertemuan akademik.
Akan tetapi hingga Rabu (15/11) pagi, pertanyaan terkait Pius Lustrilanang yang diajukan melalui WhatsApp itu belum dibalas oleh Rektor Unsoed.