Jakarta (ANTARA) - Partai Buruh dan Partai Gelora resmi mengajukan gugatan terhadap Pasal 40 ayat (3) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada dengan menyerahkan berkas fisik permohonan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Hari ini kami Partai Buruh bersama Partai Gelora menyerahkan berkas fisik pendaftaran permohonan uji materi Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada," kata Ketua Tim Kuasa Hukum Partai Buruh dan Partai Gelora Said Salahudin di Gedung MK, Jakarta, Selasa.
Secara prosedural, kata dia, pihaknya sudah mendaftarkan gugatan pada hari Senin (20/5) melalui daring dengan tanda terima Nomor 4/PAN.ONLINE/2024. Bertindak sebagai pemohon satu adalah Partai Buruh dan pemohon dua adalah Partai Gelora.
Alasan kedua, partai tersebut menggugat Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada, lanjut dia, karena aturan itu pada intinya menentukan bahwa hanya partai politik yang memiliki kursi DPRD kabupaten/kota dan DPRD provinsi yang bisa mengusulkan pasangan calon dalam pilkada.
Menurut mereka, aturan tersebut tidak adil karena bertentangan dengan prinsip-prinsip tentang keadilan pemilu dan juga persamaan di antara partai-partai politik peserta Pemilu 2024.
"Kami pertentangkan dengan sejumlah norma. Setidaknya ada enam prinsip UUD NRI Tahun 1945 yang melarang aturan yang sedemikian itu, di antaranya tentang prinsip negara hukum, tentang persamaan di muka hukum, tentang demokrasi dalam pilkada, serta tentang kesamaan perlakuan," ucapnya.
Disebutkan bahwa terdapat tiga alasan yang pihaknya yakin permohonan ini akan dikabulkan, bahkan bisa diproses dengan cepat oleh MK.
Pertama adalah substansi permohonan yang diajukan sudah pernah diputus pada tahun 2005 melalui Putusan MK Nomor 005/PUU-III/2005 yang pada pokoknya menyatakan bahwa parpol yang tidak mempunyai kursi DPRD, sepanjang memperoleh suara pada pemilu anggota DPRD, harus diberikan hak untuk ikut mengusulkan pasangan calon pada pilkada.
“Ketika masuk pilkada serentak, aturannya diubah. Aturan itu pada pokoknya memuat kembali yang dahulu oleh MK sudah dinyatakan batal. Oleh sebab itu, kami yakin ini akan dikabulkan MK karena dahulu sudah pernah dinyatakan inkonstitusional oleh MK," ujarnya.
Kedua, lanjut Said Salahudin, karena ketentuan itu sudah pernah dinyatakan inkonstitusional oleh MK, lembaga peradilan tersebut bisa membatalkannya kembali.
Alasan terakhir, pihaknya yakin MK akan menggelar persidangan dengan cepat (speedy trial) karena tahap pendaftaran paslon di Pilkada 2024 yang sudah makin dekat.
"Karena sifatnya fakultatif, kami berharap bisa sekali atau maksimal dua kali (sidang) agar putusannya jatuh sebelum dimulainya tahapan pendaftaran mulai 27 hingga 29 Agustus 2024," ujarnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa sebenarnya ada beberapa partai lain yang berminat untuk ikut mengajukan gugatan. Namun, karena keterbatasan waktu persiapan dokumen, partai-partai itu pun tidak ikut serta.
"Barangkali nanti ada permohonan susulan, mungkin akan ikut kami di tahapan perbaikan berkas. Kita lihat ke depan," pungkasnya.