Pemerintah meluncurkan dua skema pembiayaan kreatif untuk infrastruktur
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah meluncurkan dua skema pembiayaan kreatif baru untuk pembangunan infrastruktur.
Dua skema pembiayaan tersebut yakni melalui Hak Pengelolaan Terbatas (HPT) atau Limited Concession Scheme (LCS) dan Pengelolaan Perolehan Peningkatan Nilai Kawasan (P3NK) atau Land Value Capture (LVC).
Untuk dasar hukum skema HPT telah tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2020 tentang Pembiayaan Infrastruktur Melalui Hak Pengelolaan Terbatas, sementara skema P3NK diatur dalam Perpres Nomor 79 Tahun 2024 tentang Pendanaan Penyediaan Infrastruktur melalui Pengelolaan Pengelolaan Perolehan Peningkatan Nilai Kawasan.
"Kita diminta untuk mulai berkreasi di dalam pembiayaan infrastruktur ini sehingga salah satu yang sering kita dorong itu adalah optimalisasi pembiayaan melalui sistem KPBU (Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha) yang kita sudah kenal semuanya. Nah, hari ini dua inisiatif pembiayaan kreatif yang lain sudah ada dasar hukumnya melalui Perpres 66 dan Perpres 79," kata Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Susiwijono Moergiarso saat konferensi pers Peluncuran Regulasi Pembiayaan Kreatif untuk Pembangunan Infrastruktur di Jakarta, Rabu.
Skema HPT merupakan skema pengelolaan untuk mengoptimalkan aset infrastruktur Barang Milik Negara (BMN) dan/atau aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan tujuan agar investasi dari swasta dapat meningkatkan efisiensi, fungsi operasional serta perbaikan atas aset lewat pembayaran di muka (upfront payment).
Pendapatan dana hasil pengelolaan aset tersebut dapat digunakan untuk pembangunan atau peningkatan fungsi operasional infrastruktur sejenis maupun lainnya.
Sementara itu, skema P3NK merupakan skema alternatif pendanaan berbasis kewilayahan yang memungkinkan penyedia infrastruktur untuk didanai dari proporsi peningkatan nilai.
Nilai ini dihasilkan dari inisiatif penciptaan nilai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah atau Badan Usaha.
Susiwijono menilai P3NK bertujuan menciptakan siklus nilai manfaat dari adanya penyediaan infrastruktur untuk kawasan sekitar.
Alasan utama perlunya skema kreatif dalam pembiayaan infrastruktur yakni guna mengurangi pembiayaan infrastruktur yang terlalu membebani APBN.
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, pembiayaan infrastruktur tercatat mencapai Rp4.796 triliun, Kemudian pada RPJMN 2020-2024 angka tersebut naik menjadi Rp6.445 triliun.
Susiwijono menilai ke depannya, pembiayaan infrastruktur akan terus mengalami peningkatan signifikan.
Dalam RPJMN 2025-2029, kebutuhan investasi infrastruktur akan diarahkan ke tiga sektor utama yakni sektor sumber daya air, transportasi, dan kelistrikan.
Dari ketiga sektor itu, proporsi pembiayaan yang terbesar adalah dari sektor transportasi.
Oleh karena itu, mengacu pada pembiayaan infrastruktur yang besar tersebut, Pemerintah terus mendorong keterlibatan sektor swasta.
"Sehingga kita ingin mendorong keterlibatan pembiayaan dari swasta," jelasnya.
Susiwijono mengatakan bahwa sejauh ini pembiayaan infrastruktur pada RPJMN 2020-2025 ditandai dengan porsi swasta yang meningkat. Angka pembiayaan dari sektor swasta sebesar Rp2.707 triliun.
"Naik dari yang sebelumnya hanya sekitar Rp1.700-an. Artinya apa? Kita ingin setiap swasta juga berkontribusi untuk pembangunan infrastruktur kita," ucapnya.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Rencana APBN 2025 berfokus pada pemanfaatan bonus demografi guna melakukan transformasi ekonomi, menarik investasi dan membuka lapangan pekerjaan.
"Salah satunya adalah melalui pembangunan infrastruktur. Di APBN 2025 pembangunan infrastruktur dianggarkan sebesar Rp400,3 triliun, terutama untuk pendidikan, kesehatan, konektivitas, pangan dan energi, serta keberlanjutan pembangunan IKN," ujarnya.
Dua skema pembiayaan tersebut yakni melalui Hak Pengelolaan Terbatas (HPT) atau Limited Concession Scheme (LCS) dan Pengelolaan Perolehan Peningkatan Nilai Kawasan (P3NK) atau Land Value Capture (LVC).
Untuk dasar hukum skema HPT telah tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2020 tentang Pembiayaan Infrastruktur Melalui Hak Pengelolaan Terbatas, sementara skema P3NK diatur dalam Perpres Nomor 79 Tahun 2024 tentang Pendanaan Penyediaan Infrastruktur melalui Pengelolaan Pengelolaan Perolehan Peningkatan Nilai Kawasan.
"Kita diminta untuk mulai berkreasi di dalam pembiayaan infrastruktur ini sehingga salah satu yang sering kita dorong itu adalah optimalisasi pembiayaan melalui sistem KPBU (Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha) yang kita sudah kenal semuanya. Nah, hari ini dua inisiatif pembiayaan kreatif yang lain sudah ada dasar hukumnya melalui Perpres 66 dan Perpres 79," kata Sekretaris Kementerian Koordinator bidang Perekonomian Susiwijono Moergiarso saat konferensi pers Peluncuran Regulasi Pembiayaan Kreatif untuk Pembangunan Infrastruktur di Jakarta, Rabu.
Skema HPT merupakan skema pengelolaan untuk mengoptimalkan aset infrastruktur Barang Milik Negara (BMN) dan/atau aset Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan tujuan agar investasi dari swasta dapat meningkatkan efisiensi, fungsi operasional serta perbaikan atas aset lewat pembayaran di muka (upfront payment).
Pendapatan dana hasil pengelolaan aset tersebut dapat digunakan untuk pembangunan atau peningkatan fungsi operasional infrastruktur sejenis maupun lainnya.
Sementara itu, skema P3NK merupakan skema alternatif pendanaan berbasis kewilayahan yang memungkinkan penyedia infrastruktur untuk didanai dari proporsi peningkatan nilai.
Nilai ini dihasilkan dari inisiatif penciptaan nilai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah atau Badan Usaha.
Susiwijono menilai P3NK bertujuan menciptakan siklus nilai manfaat dari adanya penyediaan infrastruktur untuk kawasan sekitar.
Alasan utama perlunya skema kreatif dalam pembiayaan infrastruktur yakni guna mengurangi pembiayaan infrastruktur yang terlalu membebani APBN.
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, pembiayaan infrastruktur tercatat mencapai Rp4.796 triliun, Kemudian pada RPJMN 2020-2024 angka tersebut naik menjadi Rp6.445 triliun.
Susiwijono menilai ke depannya, pembiayaan infrastruktur akan terus mengalami peningkatan signifikan.
Dalam RPJMN 2025-2029, kebutuhan investasi infrastruktur akan diarahkan ke tiga sektor utama yakni sektor sumber daya air, transportasi, dan kelistrikan.
Dari ketiga sektor itu, proporsi pembiayaan yang terbesar adalah dari sektor transportasi.
Oleh karena itu, mengacu pada pembiayaan infrastruktur yang besar tersebut, Pemerintah terus mendorong keterlibatan sektor swasta.
"Sehingga kita ingin mendorong keterlibatan pembiayaan dari swasta," jelasnya.
Susiwijono mengatakan bahwa sejauh ini pembiayaan infrastruktur pada RPJMN 2020-2025 ditandai dengan porsi swasta yang meningkat. Angka pembiayaan dari sektor swasta sebesar Rp2.707 triliun.
"Naik dari yang sebelumnya hanya sekitar Rp1.700-an. Artinya apa? Kita ingin setiap swasta juga berkontribusi untuk pembangunan infrastruktur kita," ucapnya.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta Rencana APBN 2025 berfokus pada pemanfaatan bonus demografi guna melakukan transformasi ekonomi, menarik investasi dan membuka lapangan pekerjaan.
"Salah satunya adalah melalui pembangunan infrastruktur. Di APBN 2025 pembangunan infrastruktur dianggarkan sebesar Rp400,3 triliun, terutama untuk pendidikan, kesehatan, konektivitas, pangan dan energi, serta keberlanjutan pembangunan IKN," ujarnya.