Makassar (ANTARA) - Tim penyidik pada Asisten Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan melimpahkan berkas perkara dan barang bukti serta tiga tersangka ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas kasus dugaan tindak pidana korupsi Proyek Pembangunan Perpipaan Air Limbah Kota Makassar.
"Sudah dilakukan pelimpahan tahap dua dan tiga tersangka telah ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Makassar selama 20 hari ke depan," ujar Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejati Sulsel Soetarmi, Jumat.
Ketiga tersangka ini berinisial JRJ selaku Direktur Cabang PT Karaga Indonusa Pratama (PT KIP), SD sebagai Penjabat Pembuat Komitmen/PPK Paket C dan EB menjabat Ketua Pokja Pemilihan Paket C3.
Ketiganya, ditetapkan tersangka atas kasus dugaan korupsi proyek pembangunan perpipaan Air Limbah Kota Makassar Zona Barat Laut (Paket C) tahun anggaran 2020-2021 dengan nilai kontrak sebesar Rp68,7 miliar lebih.
Modus operandi dan perbuatan yang dijalankan tersangka yakni JRJ mengajukan termin 11 (Mc 23) dengan alasan target pencapaian prestasi proyek dan menyuruh saksi Sardila selaku PM mengajukan termin tersebut bahwa sudah berkoordinasi dengan kepala Satker terkait.
Padahal, bobot fisik yang ada sebelum pengajuan MC 23 dengan bobot 67.171 nyatanya belum mencapai 61,782 persen melainkan baru sebesar 53 persen. Ini berkesesuaian sebelum pemutusan kontrak terakhir 4 Januari 2023 dilaksanakan PPK dan konsultan pengawas, bahwa bobot fisik diperoleh 52,171 persen.
Begitupun hasil perhitungan fisik oleh ahli Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Pemprov Sulsel diperoleh Kesimpulan, bobot di lapangan hanya sebesar 55.52% persen.
Selain itu tersangka JR telah mempergunakan uang yang bersumber dari termin 1-11 pada pembayaran paket C3 untuk kepentingan pribadi dan tidak sesuai peruntukkan.
Sedangkan modus tersangka SD berdalih atas permintaan PT KIP pada termin 11 dengan alasan ada perintah melalui disposisi Kepala Satker agar segera di proses. Sebagai PPK C3 kemudian memprosesnya dengan beralasan penyerapan anggaran tahun 2021. Selanjutnya memerintahkan saksi Farid staf keuangan membuat dokumen keuangan.
Namun pembuatan dokumennya tidak berdasar laporan progres dari konsultan pengawas, tetapi semua atas perintah tersangka SD serta mengetahui pengajuan pembayaran pada termin 11 MC 23 tersebut tidak sesuai bobot fisik di lapangan. Seharusnya pengajuan pembayaran termin XI Mc 23 belum dapat ditindaklanjuti.
Untuk peran tersangka EB selaku ketua pokja pemilihan paket C3 sengaja tidak memeriksa atau meneliti keabsahan dan kebenaran dari data pengalaman kerja PT KIP dengan cara hanya mensyaratkan referensi pengalaman kerja disertai kontrak yang dapat dibuktikan kebenaran riwayat pengalaman kerja perusahaan tersebut.
"Akibat perbuatan ketiga tersangka menyebabkan proyek itu didapati selisih bobot pengerjaan sebesar 54,20 persen berdasarkan pemeriksaan fisik ahli yang merugikan keuangan negara senilai Rp8,09 miliar lebih," ungkap Soetarmi.
Perbuatan para tersangka ini melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam primair dan subsidair pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 Juncto Undang-undang nomor 31 tahun 1999, Juncto Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Juncto. asal 55 Ayat (1) ke-1 KUHPidana.
"Setelah serah terima tersangka dan barang bukti, Tim Jaksa Penuntut Umum segera mempersiapkan surat dakwaan untuk kelengkapan pelimpahan perkara tersebut ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Makassar," ujarnya menegaskan.