Makassar (ANTARA) - Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri Makassar menyetujui pengalihan status tiga terdakwa atas kasus dugaan korupsi proyek pembangunan perpipaan air limbah Kota Makassar Zona Barat Laut (Paket C) tahun anggaran 2020-2021 dari tahanan Rumah Tahanan (Rutan) menjadi tahanan kota.
"Benar, majelis sudah membacakan penetapan pengalihan penahanan tiga terdakwa dari tahanan rutan menjadi tahanan kota terhitung 19 Maret sampai 19 Mei 2025," ujar Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Soetarmi saat dikonfirmasi wartawan, Rabu.
Ketiga terdakwa tersebut masing-masing Jaluh Ramjani Jannuar (JRJ) selaku Direktur Cabang PT Karaga Indonusa Pratama/PT.KIP. Setia Dinnor (SD) sebagai Penjabat Pembuat Komitmen atau PPK Paket C, serta Ketua Pokja Pemilihan Paket C3 Enos Bandhaso (EB).
Para terdakwa ini sebelumnya mengajukan peralihan status dari semua menjalani masa tahanan di Rutan Makassar lalu dikabulkan menjadi tahanan kota atau hanya menjalani tahanan sementara di rumahnya dengan pengawasan ketat.
Tiga terdakwa ini sebelumnya ditahan di Rutan Makassar selama 20 hari mulai Kamis 6-25 Februari 2025 oleh Tim Jaksa Penuntut Umum pada Kejati Sulsel setelah berkas perkaranya dinyatakan lengkap atau P21.
Sebelumnya, ketiganya ditetapkan tersangka atas kasus dugaan korupsi proyek pembangunan perpipaan Air Limbah Kota Makassar Zona Barat Laut (Paket C) tahun anggaran 2020-2021 dengan nilai kontrak sebesar Rp68,7 miliar lebih.
Modus operandi dan perbuatan yang dijalankan tersangka inisial yakni JRJ mengajukan termin 11 (Mc 23) dengan alasan target perncapaian prestasi proyek dan menyuruh saksi Sardila selaku PM mengajukan termin tersebut bahwa sudah berkoordinasi dengan kepala Satker terkait.
Padahal, bobot fisik yang ada sebelum pengajuan MC 23 dengan bobot 67.171 senyatanya belum mencapai 61,782 persen melainkan baru sebesar 53 persen. Ini berkesesuaian sebelum pemutusan kontrak terakhir 4 Januari 2023 dilaksanakan PPK dan konsultan pengawas, bahwa bobot fisik diperoleh 52,171 persen.
Begitupun hasil perhitungan fisik oleh ahli Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan Pemprov Sulsel diperoleh Kesimpulan, bobot di lapangan hanya sebesar 55,52 persen.
Selain itu tersangka JR telah mempergunakan uang yang bersumber dari termin 1-11 pada pembayaran paket C3 untuk kepentingan pribadi dan tidak sesuai peruntukkan.
Sedangkan modus tersangka SD berdalih atas permintaan PT KIP pada termin 11 dengan alasan ada perintah melalui disposisi Kepala Satker agar segera di proses. Sebagai PPK C3 kemudian memprosesnya dengan beralasan penyerapan anggaran tahun 2021. Selanjutnya memerintahkan saksi Farid staf keuangan membuat dokummen keuangan.
Namun pembuatan dokumennya tidak berdasar laporan progres dari konsultan pengawas, tetapi semua atas perintah tersangka SD serta mengetahui pengajuan pembayaran pada termin 11 MC 23 tersebut tidak sesuai bobot fisik di lapangan. Seharusnya pengajuan pembayaran termin XI Mc 23 belum dapat ditindaklanjuti.
Untuk peran tersangka EB selaku ketua pokja pemilihan paket C3 sengaja tidak memeriksa atau meneliti keabsahan dan kebenaran dari data pengalaman kerja PT KIP dengan cara hanya mensyaratkan referensi pengalaman kerja disertai kontrak yang dapat dibuktikan kebenaran riwayat pengalaman kerja perusahaan tersebut.
"Akibat perbuatan ketiga tersangka menyebabkan proyek itu didapati selisih bobot pengerjaan sebesar 54,20 persen berdasarkan pemeriksaan fisik ahli yang merugikan keuangan negara senilai Rp8,09 miliar lebih," ungkap Soetarmi menegaskan.