Makassar (ANTARA Sulsel) - Kejaksaan Negeri Makassar telah merampungkan proses pemberkasan untuk dugaan korupsi pengalihan lahan negara di Telkomas, Kecamatan Biringkanaya, Makassar.
"Sudah selesai sejak sepekan lalu ini proses penyidikannya, sisa pemberkasan untuk penuntutannya yang belum," ujar Kepala Kejari Makassar Deddy Suwardy Surachman di Makassar, Jumat.
Pada kasus ini, dua orang tersangka diduga menjadi pihak yang paling bertanggung jawab dan keduanya yakni mantan Ketua Tim Adjudikasi BPN Makassar Andi Akbar dan seorang makelar tanah Samad.
Deddy menjelaskan jika penyidikan terhadap kedua tersangka ini sudah rampung yang kemudian akan dilanjutkan dengan pembuatan berkas dakwaan.
"Berkas dakwaan sementara tengah dirampungkan. Setelah itu secepatnya tersangka bersama barang buktinya kita limpahkan ke pengadilan Tipikor," tegasnya.
Hanya saja Deddy belum berani memastikan kapan kedua tersangka bersama barang buktinya akan dilimpahkan ke pengadilan karena proses pemberkasan dakwaan ini juga masih berproses.
"Tergantung jaksa penuntutnya, kapan selesainya dan dilimpahkannya. Nanti kalau sudah dilimpah, baru kita tunggu jadwal sidangnya dari panitera," tandasnya.
Deddy menuturkan, dalam kasus ini kedua tersangka dinilai telah bekerjasama dalam pembuatan sertifikat itu untuk mengambil keuntungan pribadi. Namun dirinya menolak membeberkan peran masing-masing tersangka secara rinci.
Menurut dia, ada dua sertipikat seluas enam hektare yang diterbitkan di atas lahan sitaan negara seluas 31 hektar itu. Sertifikat pertama bernomor 28.767 atas nama Sumiati Sudjiman, Marwin, dan Muthalib, dan sertipikat nomor 28.724 atas nama Deng Kopi, Cacce, Basse dan Sari.
Kejaksaan mulai mengusut kasus itu setelah terbit sertifikat hak milik atas nama warga tahun 2009. Padahal lahan itu telah menjadi sitaan negara atas putusan vonis Mahkamah Agung pada 2009 dalam kasus korupsi pengadaan alat traffic voice dengan menggunakan teknologi voice over Internet protocol di PT Telkom Makassar.
Lahan itu dulunya ditempati Koperasi Karyawan Siporennu PT Telkom. Namun setelah turun putusan Mahkamah Agung (MA) tanah itu resmi disita negara untuk mengganti kerugian negara sebesar Rp30,8 miliar.

