Makassar (ANTARA Sulsel) - Penyidik Kejaksaan Negeri Makassar didesak untuk segera menuntaskan kasus dugaan korupsi pengalihan lahan negara di Jalan Telkomas, Biringkanaya.
"Ini ada apa kok sampai saat ini kasus itu (Telkomas) belum juga mampu dituntaskan. Penyidiknya jika tidak diingatkan, akan melupakannya," kata staf Badan Pekerja Anti Corruption Committe (ACC) Sulawesi Wiwin Suwandi di Makassar, Minggu.
Dalam kasus tersebut, Kejaksaan Negeri (Kejari) Makassar telah menetapkan dua tersangka, yaitu berinisial AA yang juga mantan Ketua Tim Adjudikasi BPN Makassar dan SM seorang makelar tanah yang mengurusi sertifikat di atas lahan negara tersebut.
Wiwin Suwandi menilai penuntasan perkara tersebut lamban dan terlalu berlarut-larut, bahkan dirinya menduga ada permainan karena kasusnya sudah pada tahap penyidikan dan telah ada tersangkanya.
Menurut dia, sudah sejak lama kasus itu bergulir di Kejari Makassar. Namun, belum ada upaya atau tanda-tanda dari pihak Kejari Makassar untuk melimpahkan kasus tersebut ke Pengadilan Tipikor.
"Kami menduga ada permainan antara pihak Kejari Makassar dan pihak terkait yang ada hubungannya dengan kasus ini. Dalam kasus ini kan sudah ada tersangka, tetapi kenapa mandek?" katanya.
Padahal, lanjut dia, sebelumnya Kejari Makassar telah memberi jaminan bahwa kasus tersebut akan diproses secepatnya. Namun, faktanya tidak seperti itu. Akan tetapi, kasus ini malah terkesan didiamkan saja tanpa ada progres dari penyidik.
Wiwin menegaskan bahwa terhambatnya kasus tersebut tentu akan memperburuk citra Kejaksaan Makassar di mata masyarakat.
Sebelumnya, Kepala Kejari Makassar Deddy Suwardy Surachman mengatakan bahwa pihaknya melakukan perampungan berkas tersebut.
"Hanya tinggal beberapa bagian saja yang masih sementara dirampungkan," katanya.
Kejari Makassar mulai mengusut kasus itu karena terbit sertifikat hak milik atas nama warga pda tahun 2009. Padahal, lahan itu telah menjadi sitaan negara atas putusan vonis Mahkamah Agung pada tahun 2009 dalam kasus korupsi pengadaan alat "traffic voice" dengan menggunakan teknologi voice over Internet protocol di PT Telkom Makassar.
Lahan itu dahulunya ditempati Koperasi Karyawan Siporennu PT Telkom. Namun, setelah turun putusan Mahkamah Agung, tanah itu resmi disita negara untuk mengganti kerugian negara sebesar Rp30,8 miliar.

