BKKBN Sulsel : Angka kelahiran total di Sulsel terus menurun
Makassar (ANTARA) - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Sulawesi Selatan Rini Riatika Djohari mengatakan, rata-rata angka kelahiran total (total fertility rate/TFR) di Sulsel terus menurun dari era 1970 hingga saat ini.
"Penurunan angka kelahiran ini terus disosialisasikan ke lapangan dan upaya itu membuahkan hasil yang cukup signifikan dengan adanya penurunan TFR dari tahun ke tahun," kata Rini di sela acara ramah-tamah dengan jurnalis dan Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) di Makassar, Kamis.
Berdasarkan data yang dilansir BKKBN Sulsel diketahui, pada 1971 TFR di Sulsel rata-rata 5,71. Kemudian pada 1980 turun menjadi 4,88 dan 1985 tercatat 3,54. Selanjutnya terus menurun dari 3,01 menjadi 2,92, lalu 2,56 dan 2,55, kemudian beberapa tahun bertahan pada TRF 2,6, hingga akhirnya pada posisi 2019 menjadi 2,38 dari target nasional TRF 2,28.
Rini mengatakan, secara signifikan angka TRF terus menurun, hanya saja untuk mencapai target TRF nasional, masih membutuhkan strategi-strategi khusus di lapangan, termasuk menggencarkan sosialisasi ke masyarakat, khususnya di kalangan remaja agar tidak menikah diusia bawah 17 tahun (usia dini).
"Hal itu penting agar alat reproduksinya sudah siap ketika akan memiliki anak, selain itu juga penting untuk mengantisipasi terjadinya kematian ibu dan anak," katanya.
Sementara itu dari segi penggunaan alat kontrasepsi, lanjut Rini, juga terus meningkat sehingga berdampak signifikan terhadap penurunan TRF. Sebagai gambaran, presentase pemakaian kontrasepsi dari akseptor yang sebelumnya hanya 53,26 persen, kini sudah naik menjadi 71,03 persen.
Apalagi sejak 2017 digalakkan Kampung KB yang semula masing-masing setiap kabulaten/kota memiliki satu kampung KB sebagai percontohan, kini setiap kecamatan di masing-masing kabupaten/kota memiliki Kampung KB.
"Bahkan di Kota Makassar terdapat Lorong KB yang bisa lebih dari satu di setiap kecamatan," katanya.
Dengan adanya kesadaran masyarakat yang semakin tinggi dalam mengatur jarak kelahiran maupun jumlah anaknya, diharapkan kesejahteraan keluarganya pun meningkat, karena sudah memiliki waktu luang untuk memperbaiki taraf perekonomiannya.
Hal itu tercermin dalam kehidupan warga di Kampung KB, selain memiliki keluarga kecil juga mendapatkan pendampingan dengan dibekali keterampilan untuk menambah penghasilan keluarga.
"Penurunan angka kelahiran ini terus disosialisasikan ke lapangan dan upaya itu membuahkan hasil yang cukup signifikan dengan adanya penurunan TFR dari tahun ke tahun," kata Rini di sela acara ramah-tamah dengan jurnalis dan Ikatan Penulis Keluarga Berencana (IPKB) di Makassar, Kamis.
Berdasarkan data yang dilansir BKKBN Sulsel diketahui, pada 1971 TFR di Sulsel rata-rata 5,71. Kemudian pada 1980 turun menjadi 4,88 dan 1985 tercatat 3,54. Selanjutnya terus menurun dari 3,01 menjadi 2,92, lalu 2,56 dan 2,55, kemudian beberapa tahun bertahan pada TRF 2,6, hingga akhirnya pada posisi 2019 menjadi 2,38 dari target nasional TRF 2,28.
Rini mengatakan, secara signifikan angka TRF terus menurun, hanya saja untuk mencapai target TRF nasional, masih membutuhkan strategi-strategi khusus di lapangan, termasuk menggencarkan sosialisasi ke masyarakat, khususnya di kalangan remaja agar tidak menikah diusia bawah 17 tahun (usia dini).
"Hal itu penting agar alat reproduksinya sudah siap ketika akan memiliki anak, selain itu juga penting untuk mengantisipasi terjadinya kematian ibu dan anak," katanya.
Sementara itu dari segi penggunaan alat kontrasepsi, lanjut Rini, juga terus meningkat sehingga berdampak signifikan terhadap penurunan TRF. Sebagai gambaran, presentase pemakaian kontrasepsi dari akseptor yang sebelumnya hanya 53,26 persen, kini sudah naik menjadi 71,03 persen.
Apalagi sejak 2017 digalakkan Kampung KB yang semula masing-masing setiap kabulaten/kota memiliki satu kampung KB sebagai percontohan, kini setiap kecamatan di masing-masing kabupaten/kota memiliki Kampung KB.
"Bahkan di Kota Makassar terdapat Lorong KB yang bisa lebih dari satu di setiap kecamatan," katanya.
Dengan adanya kesadaran masyarakat yang semakin tinggi dalam mengatur jarak kelahiran maupun jumlah anaknya, diharapkan kesejahteraan keluarganya pun meningkat, karena sudah memiliki waktu luang untuk memperbaiki taraf perekonomiannya.
Hal itu tercermin dalam kehidupan warga di Kampung KB, selain memiliki keluarga kecil juga mendapatkan pendampingan dengan dibekali keterampilan untuk menambah penghasilan keluarga.