Dubes Tantowi Yahya paparkan dinamika Kawasan Pasifik di kuliah umum Unhas
Selama ini, kita selalu melihat Indonesia dari perspektif Samudera Hindia, sehingga kawasan Pasifik itu dianggap bagian belakan
Makassar (ANTARA) - Duta Besar Indonesia untuk Selandia Baru Tantowi Yahya memaparkan dinamika Kawasan Pasifik dalam kuliah umum Departemen Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Unhas yang digelar secara virtual, Selasa.
Dalam materi kuliah yang berjudul “Diplomasi Indonesia di Pasifik”, Dubes Tantowi Yahya menjelaskan dinamika kawasan Pasifik secara umum, khususnya tentang hubungan Indonesia dan Selandia Baru.
Menurut dia, Indonesia perlu mengubah cara pandang terhadap kawasan Pasifik.
“Selama ini, kita selalu melihat Indonesia dari perspektif Samudera Hindia, sehingga kawasan Pasifik itu dianggap bagian belakang. Padahal, secara geopolitik kawasan ini mempunyai makna penting bagi Indonesia,” ujar Dubes Tantowi.
Dia memaparkan bagaimana posisi Pasifik dalam geopolitik dunia, yang setidaknya memiliki empat makna penting, yaitu suara di PBB, poros perdagangan Asia-Amerika, potensi maritim, dan isu perubahan iklim.
“Kawasan Pasifik merupakan the most contested region, kawasan paling diperebutkan oleh negara-negara di dunia. Berbagai negara menerapkan strategi unik untuk merangkul Pasifik,” ujar Tantowi.
Beberapa negara melakukan pendekatan ke Pasifik, antara lain Australia (Pacific Step Up), Selandia Baru (Pacific Reset), Amerika Serikat (Pacific Pledge dan Indo Pacific Command), Cina (One Belt One Road/OBOR Innitiative), ASEAN (Indo Pacific Outlook).
“Kita tidak ingin ketinggalan. Tahun lalu kami meluncurkan apa yang kita sebut sebagai The Pacific Elevation, sebagai upaya kita merangkul kawasan ini secara proaktif,” kata Dubes Tantowi.
Rektor Unhas Prof Dr Dwia Aries Tina Pulubuhu MA berharap kehadiran Dubes Tantowi dapat memberi pencerahan baru terkait isu-isu hubungan bilateral dan diplomasi Indonesia dengan Selandia Baru dan negara-negara Pasifik.
“Sungguh suatu kehormatan menerima kehadiran Pak Dubes. Tahun lalu, kita bertemu di Wellington, dan saya sangat berharap Pak Dubes dapat hadir ke Unhas. Apa boleh buat, situasi pandemi sedang melanda dunia. Namun, berkat kemajuan teknologi, Alhamdulillah, kita dapat bertemu secara virtual,” kata Prof. Dwia.
Dalam materi kuliah yang berjudul “Diplomasi Indonesia di Pasifik”, Dubes Tantowi Yahya menjelaskan dinamika kawasan Pasifik secara umum, khususnya tentang hubungan Indonesia dan Selandia Baru.
Menurut dia, Indonesia perlu mengubah cara pandang terhadap kawasan Pasifik.
“Selama ini, kita selalu melihat Indonesia dari perspektif Samudera Hindia, sehingga kawasan Pasifik itu dianggap bagian belakang. Padahal, secara geopolitik kawasan ini mempunyai makna penting bagi Indonesia,” ujar Dubes Tantowi.
Dia memaparkan bagaimana posisi Pasifik dalam geopolitik dunia, yang setidaknya memiliki empat makna penting, yaitu suara di PBB, poros perdagangan Asia-Amerika, potensi maritim, dan isu perubahan iklim.
“Kawasan Pasifik merupakan the most contested region, kawasan paling diperebutkan oleh negara-negara di dunia. Berbagai negara menerapkan strategi unik untuk merangkul Pasifik,” ujar Tantowi.
Beberapa negara melakukan pendekatan ke Pasifik, antara lain Australia (Pacific Step Up), Selandia Baru (Pacific Reset), Amerika Serikat (Pacific Pledge dan Indo Pacific Command), Cina (One Belt One Road/OBOR Innitiative), ASEAN (Indo Pacific Outlook).
“Kita tidak ingin ketinggalan. Tahun lalu kami meluncurkan apa yang kita sebut sebagai The Pacific Elevation, sebagai upaya kita merangkul kawasan ini secara proaktif,” kata Dubes Tantowi.
Rektor Unhas Prof Dr Dwia Aries Tina Pulubuhu MA berharap kehadiran Dubes Tantowi dapat memberi pencerahan baru terkait isu-isu hubungan bilateral dan diplomasi Indonesia dengan Selandia Baru dan negara-negara Pasifik.
“Sungguh suatu kehormatan menerima kehadiran Pak Dubes. Tahun lalu, kita bertemu di Wellington, dan saya sangat berharap Pak Dubes dapat hadir ke Unhas. Apa boleh buat, situasi pandemi sedang melanda dunia. Namun, berkat kemajuan teknologi, Alhamdulillah, kita dapat bertemu secara virtual,” kata Prof. Dwia.