Jakarta (ANTARA) -
"Hal ini berdasarkan peran TNI dalam pencegahan penyalahgunaan agen biologi secara implisit dapat dikaitkan dengan Keputusan Presiden Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Objek Vital Nasional," kata Panglima TNI dalam sambutannya yang disampaikan oleh Irjen TNI Letjen (Mar) Bambang Suswantono pada FGD Rapat Koordinasi Teknis Kesehatan (Rakorniskes) TNI, di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Senin.
Menurut dia, laboratorium biologi dapat dijadikan sebagai objek vital nasional berdasarkan Keppres itu. Pada Pasal 2 lantaran ancaman atau sabotase terhadap laboratorium biologi dapat mengakibatkan bencana nonalam, yaitu tersebarnya mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan wabah penyakit infeksi dan kematian banyak orang Indonesia sebagai negara tropis, merupakan "gudang" berbagai agen biologi.
Masalah utama yang muncul dalam penanganan permasalahan tersebut adalah sulitnya membedakan antara penggunaan agen biologi untuk hostile purposes dan peaceful purposes.
Selain itu, potensi masalah yang dapat timbul adalah kerentanan laboratorium biologi berupa kecelakaan karena kelalaian manusia (naturally occure) dan penyalahgunaan patogen biologi sebagai senjata biologi (biological weapons) secara sengaja untuk suatu kepentingan dan tujuan tertentu yang dapat mengganggu kestabilan keamanan dan ketahanan negara.
"Demi menjamin kesiapan negara dalam menghadapi berbagai bahaya yang akan timbul berkaitan dengan ancaman biologi, dibutuhkan peran dari seluruh elemen, khususnya elemen pertahanan negara, yakni TNI," kata Marsekal Hadi.
Dalam kesempatan itu, mantan Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) ini mengatakan, untuk menghadapi potensi ancaman kedaruratan nasional dan global di bidang penyakit infeksi baru, zoonosis maupun ancaman penyalahgunaan agen biologi, diperlukan kerja sama dan kolaborasi lintas sektoral.
TNI pun, kata Panglima TNI, telah terlibat dalam berbagai kerja sama dalam penanggulangan dampak bencana alam, seperti banjir dan bencana nonalam, yakni respons tanggap darurat kejadian luar biasa (KLB) penyakit dengan kementerian dan lembaga terkait.
"Komitmen dan kerja sama militer dengan instansi sipil dalam merespons kedaruratan nasional merupakan bagian dari tugas pokok TNI yang disebut dengan operasi militer selain perang (OMSP) yang tertuang dalam UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia," katanya pula.
Selain itu, mandat untuk meningkatkan kerja sama sipil dan militer dalam bidang pelayanan kesehatan dan pengendalian penyakit, juga tertuang dalam hasil konferensi internasional dan table top exercise tentang Global Health Secunty yang disebut sebagai The Jakarta Call to Action (WHO, 2017).
Upaya peningkatan kerja sama militer dengan institusi sipil juga menjadi mandat dan komitmen militer regional Asia Tenggara, khususnya dalam hal pencegahan dan pengendalian ekstremis dan aksi terorisme yang tertuang dalam 'Joint Statement of Special ASEAN Defense Ministries' Meeting on Countering Violent Extremism, Radicalization and Terrorism.