Peserta Rakornas LPBINU soroti potensi bencana hidrometeorologi di Indonesia
Jakarta (ANTARA) - Peserta Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBINU) menyoroti tantangan perubahan iklim dan bencana hidrometeorologi di Indonesia.
Keterangan Humas PBNU di Jakarta, Sabtu, mengatakan kegiatan yang berlangsung di Pesantren Al-Hamidiyah Depok, Jawa Barat, hari ini menghadirkan sejumlah tokoh NU hingga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharnyato.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Tsaquf dalam sambutannya mengemukakan penanggulangan bencana dan perubahan iklim merupakan rangkaian kompleks dan harus dipandang dari berbagai perspektif.
"Menyangkut perubahan iklim ini sangat fundamental. Ini menyangkut satu set kebijakan kompleks yang harus didesain sedemikian rupa untuk menjadi output yang koheren," katanya.
Kepala BNPB Suharyanto mengemukakan Indonesia sedang dihadapi tantangan menghadapi bencana hidrometeorologi yang diprediksi terjadi pada tahun ini.
"Tema yang diangkat dalam Rakornas LPBINU sangat tepat dalam rangka penanganan bencana meteorologi, seperti kekeringan," katanya.
Dalam forum itu Suharyanto mengingatkan tentang risiko bencana kekeringan dan kebakaran hutan lahan (karhutla) bertepatan dengan musim kemarau di Indonesia.
BNPB memusatkan perhatiannya dalam upaya kesiapsiagaan, lewat kolaborasi lintas instansi, maupun pengembangan teknologi penanggulangan bencana buatan dalam negeri yang sesuai dengan karakteristik bencana di Indonesia.
Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB melaporkan, sesuai prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) musim kemarau di Indonesia akan seperti kondisi yang sama dalam kurun tiga tahun terakhir.
Namun, bencana kekeringan di Indonesia dalam kurun tersebut terbantu oleh musim kemarau basah karena ada faktor La Nina, sehingga intensitas kebakaran hutan tidak terlalu hebat.
Dalam acara yang sama, Ketua LPBINU TB Ace Hasan Syadzily mengatakan isu yang diangkat dalam Rakornas LPBINU sejalan dengan hasil pertemuan Religion of Twenty 2022 (R20) dan sejalan dengan gagasan 1 Abad NU.
"Kami mengangkat pembahasan ini sejalan dengan apa yang dihasilkan oleh tokoh agama dalam R20 yaitu spiritual ekologis dan sejalan dengan 1 Abad NU yaitu merawat jagad membangun peradaban," ujarnya.
Ia mengatakan agama menghadapi tantangan baru terhadap perubahan iklim, selain menjadi ancaman nyata bagi kesehatan, juga menjadi ancaman dalam aktivitas ekonomi.*
Berita ini juga telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Rakornas LPBINU soroti potensi bencana hidrometeorologi di Indonesia
Keterangan Humas PBNU di Jakarta, Sabtu, mengatakan kegiatan yang berlangsung di Pesantren Al-Hamidiyah Depok, Jawa Barat, hari ini menghadirkan sejumlah tokoh NU hingga Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharnyato.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Tsaquf dalam sambutannya mengemukakan penanggulangan bencana dan perubahan iklim merupakan rangkaian kompleks dan harus dipandang dari berbagai perspektif.
"Menyangkut perubahan iklim ini sangat fundamental. Ini menyangkut satu set kebijakan kompleks yang harus didesain sedemikian rupa untuk menjadi output yang koheren," katanya.
Kepala BNPB Suharyanto mengemukakan Indonesia sedang dihadapi tantangan menghadapi bencana hidrometeorologi yang diprediksi terjadi pada tahun ini.
"Tema yang diangkat dalam Rakornas LPBINU sangat tepat dalam rangka penanganan bencana meteorologi, seperti kekeringan," katanya.
Dalam forum itu Suharyanto mengingatkan tentang risiko bencana kekeringan dan kebakaran hutan lahan (karhutla) bertepatan dengan musim kemarau di Indonesia.
BNPB memusatkan perhatiannya dalam upaya kesiapsiagaan, lewat kolaborasi lintas instansi, maupun pengembangan teknologi penanggulangan bencana buatan dalam negeri yang sesuai dengan karakteristik bencana di Indonesia.
Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB melaporkan, sesuai prediksi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) musim kemarau di Indonesia akan seperti kondisi yang sama dalam kurun tiga tahun terakhir.
Namun, bencana kekeringan di Indonesia dalam kurun tersebut terbantu oleh musim kemarau basah karena ada faktor La Nina, sehingga intensitas kebakaran hutan tidak terlalu hebat.
Dalam acara yang sama, Ketua LPBINU TB Ace Hasan Syadzily mengatakan isu yang diangkat dalam Rakornas LPBINU sejalan dengan hasil pertemuan Religion of Twenty 2022 (R20) dan sejalan dengan gagasan 1 Abad NU.
"Kami mengangkat pembahasan ini sejalan dengan apa yang dihasilkan oleh tokoh agama dalam R20 yaitu spiritual ekologis dan sejalan dengan 1 Abad NU yaitu merawat jagad membangun peradaban," ujarnya.
Ia mengatakan agama menghadapi tantangan baru terhadap perubahan iklim, selain menjadi ancaman nyata bagi kesehatan, juga menjadi ancaman dalam aktivitas ekonomi.*
Berita ini juga telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Rakornas LPBINU soroti potensi bencana hidrometeorologi di Indonesia