Penerimaan pajak di Sulselbartra capai Rp18,9 triliun pada 2023
Makassar (ANTARA) - Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak ( DJP ) Kementerian Keuangan Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara ( Sulselbartra ) mencatat realisasi penerimaan pajak pada tahun 2023 mencapai Rp18,9 triliun atau sekitar 104,23 persen dari target senilai Rp18,14 triliun.
“Awalnya target penerimaan pajak itu Rp17,14 triliun kemudian ada perubahan di akhir tahun 2023 yang mengalami peningkatan Rp1 triliun, sehingga target akhir adalah Rp18,14 triliun.Tetapi di akhir tahun juga kami bisa mencapai bahkan melampaui target dengan mencatat penerimaan Rp18,9 triliun atau sekitar 104,23 persen,” ujar Kepala Bidang Pengawasan Data dan Potensi Perpajakan Kanwil Ditjen Pajak ( DJP ) Sulselbartra Soebagyo di Makassar, Sabtu.
Dia menyebut dari tiga provinsi yang di bawah DJP Sulselbartra itu, penerimaan pajak di Provinsi Sulsel yang paling tinggi yakni Rp13,3 triliun atau tercapai 103,88 persen dari target Rp12,88 triliun.
Sementara di Provinsi Sulawesi Barat ( Sulbar ) mengumpulkan pajak sebesar Rp992 miliar atau 103,40 persen dari target Rp958 miliar dan di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mengumpulkan pajak sebesar Rp4,55 triliun atau 106,02 persen dari target Rp4,29 triliun. Soebagyo menjelaskan bahwa dari realisasi penerimaan pajak sebesar Rp13,3 triliun yang ada di Sulsel didominasi dari PPh yaitu sebesar Rp6,65 triliun dari target Rp6,81 triliun. Disusul PPN dan pajak penjualan barang mewah sebesar Rp6,82 triliun dari target Rp5,82 triliun, pajak bumi dan bangunan sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan untuk pengusahaan panas bumi, pertambangan mineral atau batu bara, dan lainnya (PBB P5L) terealisasi Rp89,86 miliar dari target Rp72,9 miliar, dan pajak lainnya tercapai Rp151 miliar dari target Rp168 miliar. “Penerimaan PPN dan PPnBM serta PBB P5L mengalami pertumbuhan 22,48 dan 25,55 persen. Sementara dua jenis pajak lainnya PPh dan pajak lainnya tumbuh minus 8,49 dan 2,1 persen,” katanya. Soebagyo menerangkan pertumbuhan penerimaan PPN disebabkan oleh adanya pertumbuhan ekonomi yang semakin baik, dan penyesuaian tarif PPN 11 persen. Sementara beberapa jenis penerimaan mengalami pertumbuhan negatif dibandingkan tahun sebelumnya yang disebabkan oleh penurunan nilai impor dan tidak berulangnya kebijakan PPS .
“Awalnya target penerimaan pajak itu Rp17,14 triliun kemudian ada perubahan di akhir tahun 2023 yang mengalami peningkatan Rp1 triliun, sehingga target akhir adalah Rp18,14 triliun.Tetapi di akhir tahun juga kami bisa mencapai bahkan melampaui target dengan mencatat penerimaan Rp18,9 triliun atau sekitar 104,23 persen,” ujar Kepala Bidang Pengawasan Data dan Potensi Perpajakan Kanwil Ditjen Pajak ( DJP ) Sulselbartra Soebagyo di Makassar, Sabtu.
Dia menyebut dari tiga provinsi yang di bawah DJP Sulselbartra itu, penerimaan pajak di Provinsi Sulsel yang paling tinggi yakni Rp13,3 triliun atau tercapai 103,88 persen dari target Rp12,88 triliun.
Sementara di Provinsi Sulawesi Barat ( Sulbar ) mengumpulkan pajak sebesar Rp992 miliar atau 103,40 persen dari target Rp958 miliar dan di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mengumpulkan pajak sebesar Rp4,55 triliun atau 106,02 persen dari target Rp4,29 triliun. Soebagyo menjelaskan bahwa dari realisasi penerimaan pajak sebesar Rp13,3 triliun yang ada di Sulsel didominasi dari PPh yaitu sebesar Rp6,65 triliun dari target Rp6,81 triliun. Disusul PPN dan pajak penjualan barang mewah sebesar Rp6,82 triliun dari target Rp5,82 triliun, pajak bumi dan bangunan sektor perkebunan, perhutanan, pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan untuk pengusahaan panas bumi, pertambangan mineral atau batu bara, dan lainnya (PBB P5L) terealisasi Rp89,86 miliar dari target Rp72,9 miliar, dan pajak lainnya tercapai Rp151 miliar dari target Rp168 miliar. “Penerimaan PPN dan PPnBM serta PBB P5L mengalami pertumbuhan 22,48 dan 25,55 persen. Sementara dua jenis pajak lainnya PPh dan pajak lainnya tumbuh minus 8,49 dan 2,1 persen,” katanya. Soebagyo menerangkan pertumbuhan penerimaan PPN disebabkan oleh adanya pertumbuhan ekonomi yang semakin baik, dan penyesuaian tarif PPN 11 persen. Sementara beberapa jenis penerimaan mengalami pertumbuhan negatif dibandingkan tahun sebelumnya yang disebabkan oleh penurunan nilai impor dan tidak berulangnya kebijakan PPS .