Jakarta (ANTARA) - Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai pernyataan penasihat hukum mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) tentang adanya aliran dana Kementerian Pertanian (Kementan) ke green house milik salah satu pimpinan partai hanya "gertak sambal".
Menurut Jaksa KPK Meyer Simanjuntak, dalam nota pembelaan atau pleidoi SYL maupun penasihat hukum tidak disampaikan sama sekali adanya aliran uang ke rumah kaca (green house) di Kepulauan Seribu tersebut seperti yang diutarakan sebelumnya.
"Pernyataan tersebut tidak lebih hanya gertak sambal dan pepesan kosong yang biasa disampaikan di pasar-pasar rakyat," ujar Meyer dalam sidang pembacaan tanggapan penuntut umum terhadap pembelaan terdakwa (replik) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin.
Dengan demikian, ia berpendapat hal tersebut tidak sejalan dengan pernyataan penasihat hukum maupun SYL dalam persidangan dan media massa yang akan membuka secara jelas seluruh aliran uang korupsi Kementan, termasuk yang diduga mengalir hingga ke pimpinan partai tertentu, dalam langkah mencapai keadilan.
Bak menjilat ludah sendiri, Meyer menuturkan dalam nota pembelaan SYL justru berterima kasih, memuji, dan bahkan mendoakan pimpinan partai dimaksud.
"Agak lain juga ini memang tapi begitulah faktanya," ungkapnya.
Adapun dalam pembacaan pleidoi pribadi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (5/7), SYL sempat berterima kasih kepada Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (NasDem), Surya Paloh atas kepercayaan politik dan persahabatan yang selama ini terjalin dengan baik.
Paloh dengan perannya, kata dia, terus konsisten memberi arahan dalam membangun komitmen kebangsaan dan memberi kesempatan kepada SYL menduduki jabatan menteri pertanian agar dirinya berkesempatan berbakti untuk nusa dan bangsa.
"Saya selalu berdoa agar Bang Surya Paloh tetaplah sebagai abang yang sangat saya kenal, baik pemikiran, ucapan dan sikap kenegarawanannya, serta suka mengayomi dan memihak pada kebenaran," tutur SYL.
Sebelumnya dalam persidangan pembacaan tuntutan, Jumat (28/6) penasihat hukum SYL, Djamaludin Koedoeboen secara tiba-tiba menyinggung soal rumah kaca di Kepulauan Seribu milik pimpinan partai tertentu. Ia menduga, ada aliran dana dari Kementan untuk pembangunan rumah kaca itu.
Koedoeboen berpendapat dugaan korupsi di Kementan bukan hanya perihal perkara yang melibatkan SYL yang tengah bergulir di meja hijau. Dia juga ingin jaksa KPK mengusut seseorang bernama Hanan Supangkat.
SYL dituntut pidana penjara 12 tahun dan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan 6 bulan dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementan pada rentang waktu 2020-2023.
Selain itu, SYL dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp44,27 miliar dan ditambah 30 ribu dolar Amerika Serikat (AS), dikurangi dengan jumlah uang yang telah disita dan dirampas.
Jaksa menuntut agar SYL dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut, melanggar Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dalam kasus tersebut, SYL menjadi terdakwa lantaran diduga melakukan pemerasan atau menerima gratifikasi dengan total Rp44,5 miliar.
Pemerasan dilakukan Mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa.
Adapun keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi dan keluarga SYL.