Makassar (ANTARA) - Langit yang tertutup awan kelabu di atas kawasan Pelabuhan Rakyat Paotere Makassar, pagi itu, tak menyurutkan semangat nelayan menyiapkan logistiknya untuk melaut.
Sebagian nelayan ada yang menaikkan barang konsumsi ke perahu mereka, sebagian lagi menyibukkan diri memperbaiki perangkat panel surya berukuran selebar 1 x 1,5 meter hingga yang berukuran dua kali lipatnya.
Panel surya tersebut terhubung dengan alat yang berbentuk seperti aki yang kemudian dihubungkan dengan perlengkapan radar kapal dan juga sejumlah bola lampu di kapal nelayan.
Seorang nelayan bernama Yahya asal Pulau Dewakang, Kabupaten Pangkep, yang ditemui di sana mengatakan, setiap hari harus memastikan panel suryanya tidak ada hambatan menerima cahaya matahari.
Karena itu, ia harus memastikan tidak ada benda seperti daun atau kotoran yang menempel di panel surya tersebut agar pencahayaan matahari dapat terserap dengan baik untuk menyimpan energi.
Bahkan juga harus memastikan ikatan panel surya tersebut kuat dari tiupan angin yang kencang pada saat melaut. Dengan pemeliharaan yang telaten itu, Yahya masih dapat menggunakan panel suryanya hingga saat ini sejak pembelian pada 2022 dengan harga Rp1,7 juta.
Dengan adanya panel surya itu, Yahya tidak perlu mengeluarkan anggaran untuk menghidupkan bola lampu, radar dan untuk menstarter mesin kapal yang sebelumnya membutuhkan anggaran rata-rata Rp90 ribu hingga Rp180 ribu per hari untuk membeli solar sebanyak 10 liter hingga 20 liter per hari.
"Alhamdulillah sudah 3 tahun terakhir tidak membeli BBM lagi untuk menghidupkan mesin kapal," katanya.
Menurut dia, membeli panel surya pada awalnya itu terasa mahal, karena harus merelakan separuh dari hasil tangkapan untuk membeli perangkat listrik itu. Namun setelah itu pemanfaatannya sangat membantu menekan biaya operasional, karena bisa menghemat sekitar Rp720 ribu per bulan.
Nelayan lainnya dari Pulau Kodingareng, Makassar, Mustari mengatakan panel surya yang digunakan dalam setahun terakhir juga sangat membantu biaya operasional untuk melaut.
Karena keterbatasan anggaran untuk membeli panel surya yang harganya Rp2,1 juta saat itu, dia meminjam uang Koperasi Nelayan, dan melunasinya dengan cara menyicil setiap bulan selama setahun.
Kini, harga panel surya dari hasil pinjaman kredit itu sudah terlunasi, dan dia bisa bernafas dengan lega tanpa perlu memikirkan lagi biaya cicilan berikut bunganya.
Berbeda dengan dua nelayan sebelumnya, Haeruddin yang merupakan nelayan asal Pulau Balang Caddi, Kabupaten Maros, mengaku mendapat perangkat panel surya dari salah satu perusahaan BUMN melalui dana CSR.
Dia mengatakan, meskipun mendapatkan perangkat panel surya secara gratis, namun tetap memeliharanya dengan baik agar bisa digunakan dalam waktu yang lama.
Panel surya berukuran 1 x 1,5 m itu mampu menghidupkan 4 bola lampu dari petang hingga pagi hari dan juga menghidupkan radar serta mesin kapal.
Adanya panel surya yang dijual bebas di sejumlah toko elektronik di Makassar memudahkan pemilik armada penangkap ikan untuk menggunakan perangkat itu sebagai upaya melakukan efisiensi biaya operasional.
Berdasarkan data dari Pusat Pelelangan Ikan Paotere diketahui, terdapat 4.671 unit armada penangkap ikan ukuran 6 sampai 20 GT. Sedang Armada penangkap ikan di atas 20 GT tercatat 168 unit. Kapal penangkap ikan skala besar inilah yang hampir 50 persennya sudah menggunakan panel surya.
Mencermati fenomena itu, Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Sulawesi Selatan Muhammad Ilyas mengatakan, pihaknya terus berupaya memediasi para nelayan untuk mendapatkan pembinaan ataupun bantuan peralatan operasional.
Termasuk membantu mensosialisasikan manfaat penggunaan Energi Baru Terbarukan pada nelayan di Kepulauan Spermonde, pulau-pulau yang ada di baratdaya Makassar. Nelayan dari kepulauan itu tersebar di Kota Makassar, Kabupaten Maros, dan Pangkep.
Satu upaya yang dilakukan, misalnya, untuk penjualan produksi ikan dicoba menghubungkan langsung nelayan dengan pihak eksportir di Kawasan Industri Makassar (KIMA).
Dengan begitu, nelayan bisa mendapatkan harga yang lebih baik dibandingkan misalnya melalui perantaraan pedagang pengumpul.Termasuk mendorong para eksportir untuk menjadi “bapak angkat” nelayan seperti di Pulau Langkai dan Pulau Lanjukang.
Termasuk mendorong para eksportir untuk menjadi “bapak angkat” nelayan seperti di Pulau Langkai dan Pulau Lanjukang untuk memberikan sosialisasi kualitas produk perikanan yang sesuai standar pasar mancanegara ataupun menyalurkan dana CSR-nya kepada nelayan binaan, baik dalam bentuk peralatan tangkap atau perangkat panel surya.
Hal itu dibenarkan warga Pulau Balang Caddi, Kabupaten Maros, Haeruddin yang merupakan salah seorang penerima bantuan CSR berupa perangkat panel surya.
Dia mengatakan, pemanfaatan panel surya ini harus ekstra hati-hati. Pasalnya, jika ikatannya di atap kapal kurang kencang, maka panel surya itu dapat diterbangkan angin di tengah laut seperti yang pernah dialaminya.
Namun dengan kegigihan untuk menyelamatkan panel surya itu, dengan pelampung seadanya, ia pun terjun ke laut untuk mengambil kembali panel surya tersebut. dan terpaksa harus mengeluarkan biaya reparasi panel hampir Rp1 juta.
Itu hanya salah satu kisah nelayan yang berupaya tetap menggunakan energi hijau, setelah tahu dan merasakan manfaat menggunakan EBT yang sangat efisien dibanding menggunakan energi fosil.
Karena itu, upaya terus mendorong masyarakat menggunakan energi hijau yang nota bene ramah lingkungan, terus digencarkan pemerintah demi mencapai target Net Zero Emission (NZE) atau emisi nol persen pada 2060.
![](https://img.antaranews.com/cache/730x487/2025/01/29/NELAYAN-PAOTERE.jpg)
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Nelayan Spermonde mulai beralih ke energi ramah lingkungan