Gowa (ANTARA) - Suasana Perpustakaan Daerah Kabupaten Gowa berubah menjadi ruang dialog yang hangat dan penuh gagasan, saat ratusan peserta dari berbagai kalangan berkumpul dalam Green Innovation Week, Selasa.
Dalam kegiatan dialog bertajuk peran anak muda dalam mengatasi isu iklim lokal, para pemuda, organisasi masyarakat, hingga unsur pemerintah menyatukan perhatian pada satu isu besar yakni krisis iklim yang semakin merapat ke kehidupan sehari-hari.
Mengusung semangat lestari, adil, dan bahagia, forum ini menyoroti pentingnya keseimbangan ekologis, keadilan sosial, serta kesejahteraan generasi mendatang. Sejak awal acara dibuka, urgensi literasi lingkungan ditegaskan sebagai gerbang perubahan perilaku kolektif.
Muhammad Fauzi, Duta Lingkungan Hidup Kabupaten Gowa 2024 sekaligus bagian dari Green Leadership Indonesia Batch 5, tampil sebagai pemantik diskusi.
Ia menggambarkan krisis iklim sebagai realitas yang tak lagi jauh. “Musim yang tak menentu, banjir semakin sering, suhu naik, ancaman kekeringan. Semua itu bukan bayangan, tapi kenyataan sehari-hari,” ujar Fauzi.
Ia menegaskan bahwa menunggu pihak lain bertindak sama saja dengan menunda bencana. Pemuda, menurutnya, adalah energi perubahan dengan kreativitas, jejaring, dan kapasitas adaptasi yang bisa melahirkan inovasi komunitas dan teknologi hijau.
Dari sisi pemerintah, Sekretaris Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Gowa Mustamin Raga menekankan bahwa bumi membutuhkan tindakan nyata, bukan slogan.
Ia menyebut pemerintah terus memperkuat edukasi lingkungan, mendorong literasi publik, dan membuka ruang bagi kolaborasi lintas sektor.
“Pemerintah tak bisa bergerak sendiri. Generasi muda adalah motor perubahan,” tegasnya sembari mendorong sinergi antara lembaga, sekolah, komunitas, dan masyarakat agar kepedulian lingkungan tumbuh menjadi budaya.
Diskusi berlangsung cair dan penuh pertukaran ide. Para peserta mengajukan pandangan serta usulan aksi sederhana namun berdampak, mulai dari pengurangan plastik sekali pakai, penanaman pohon di lingkungan tempat tinggal, dorongan penggunaan transportasi rendah emisi, hingga penguatan edukasi lingkungan di sekolah.
Pada sesi akhir, para peserta menyepakati langkah lanjutan dengan membentuk Komunitas Pemuda Sadar Ekologis sebagai ruang advokasi, inisiatif aksi hijau, serta wadah kolaborasi program pelestarian alam yang lebih terencana dan berkelanjutan.
Acara ditutup dengan optimisme bahwa forum seperti ini tidak berhenti sebagai ruang wacana, tetapi terus hadir sebagai jembatan antara ide dan aksi nyata. Harapannya, dari ruang-ruang dialog semacam ini lahir pemimpin muda yang mampu menjaga bumi tetap hijau, kuat, dan penuh harapan bagi generasi berikutnya.

