Jakarta (ANTARA) - Bidang Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) melakukan kajian secara komprehensif untuk menggali perspektif keagamaan terhadap pemanfaatan tanaman ganja untuk kebutuhan medis.
"Kami mengapresiasi harapan tersebut dan akan ditindaklanjuti dengan kajian komprehensif dalam perspektif keagamaan," kata Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Rabu malam
Ia mengatakan MUI akan berkontribusi dalam memberikan solusi keagamaan atas dasar pertimbangan kemaslahatan umum secara holistik dalam bentuk sosialisasi fatwa yang sudah ada, penguatan regulasi, rekomendasi untuk penyusunan regulasi, atau dalam bentuk fatwa baru.
Terlebih Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur bahwa ganja termasuk jenis narkotika Golongan I yang tidak bisa digunakan untuk kepentingan kesehatan, kata Asrorun Niam.
Ia mengatakan fatwa adalah jawaban keagamaan atas masalah yang muncul di tengah masyarakat. Hingga hari ini, MUI belum menerima pertanyaan maupun permohonan fatwa secara resmi dari para pihak terkait terhadap masalah penggunaan ganja untuk kepentingan medis.
Menurut Asrorun kajian itu merupakan respons MUI terhadap harapan Wakil Presiden Ma'ruf Amin kepada Bidang Fatwa MUI agar menindaklanjuti dinamika yang terjadi di masyarakat terhadap pro dan kontra pemanfaatan ganja untuk kebutuhan media dari sudut pandang fikih.
Ia mengatakan dalam Islam, setiap yang memabukkan hukumnya haram, baik sedikit maupun banyak. "Ganja termasuk barang yang memabukkan. Karenanya mengonsumsi ganja hukumnya haram karena memabukkan dan membahayakan kesehatan," ujarnya.
Akan tetapi, kata Asrorun, jika ada kebutuhan yang dibenarkan secara syariah, bisa saja penggunaan ganja dibolehkan, dengan syarat dan kondisi tertentu.
"Karenanya, perlu ada kajian mendalam mengenai ihwal manfaat ganja tersebut. Kita akan kaji substansi masalah terkait dengan permasalahan ganja dari sisi kesehatan, sosial, ekonomi, regulasi, serta dampak yang ditimbulkan," ujarnya.
Sebelumnya, MUI sudah pernah menetapkan keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV Tahun 2012 tentang nikotin sebagai bahan aktif produk konsumtif untuk kepentingan pengobatan.
"Pada dasarnya, hukum mengonsumsi nikotin adalah haram, karena membahayakan kesehatan. Penggunaan nikotin sebagai bahan obat dan terapi penyembuhan berbagai penyakit, termasuk parkinson dan kecanduan rokok, dibolehkan sepanjang belum ditemukan terapi farmakologis yang lain, bersifat sementara, dan terbukti mendatangkan maslahat," ujarnya.
Menurut Asrorun penggunaan nikotin sebagai bahan obat yang dibuat dalam bentuk permen, seperti yang biasa dikonsumsi masyarakat dimungkinkan terjangkau oleh anak-anak. "Hukumnya haram, untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan," katanya.
Ia menambahkan mengonsumsi sesuatu berbahan aktif nikotin di luar kepentingan pengobatan hukumnya haram. Untuk itu, MUI akan melakukan kajian soal ganja untuk medis.
"Apakah bisa dianalogikan dengan fatwa tentang nikotin ini atau berbeda. Kami akan kaji," katanya.
Berita ini juga telah tayang di Antaranews.com dengan judul: MUI kaji perspektif agama atas pemanfaatan ganja untuk medis
Berita Terkait
Polisi: Penangkapan selebgram terkait narkoba berkat laporan masyarakat
Rabu, 24 April 2024 9:16 Wib
Bea Cukai Makassar menggagalkan penyelundupan ganja dari Sumut
Jumat, 29 Maret 2024 22:22 Wib
Bea cukai Makassar menggagalkan penyelundupan 2,7 kilogram ganja
Rabu, 24 Januari 2024 12:55 Wib
Polda Sulsel telusuri jaringan penanam ganja di Kabupaten Gowa
Rabu, 28 Juni 2023 20:45 Wib
Polda Sulsel ungkap kasus penanaman ganja di Gowa
Rabu, 28 Juni 2023 0:44 Wib
Polrestabes Makassar memusnahkan 2,8 kilogram ganja
Rabu, 31 Mei 2023 17:32 Wib
Komisi III DPR apresiasi Polda Sulsel grebek ladang ganja di Bontocani Bone
Kamis, 16 Februari 2023 13:49 Wib
Polisi sita ganja dan sabu saat tangkap aktor Revaldo
Kamis, 12 Januari 2023 14:59 Wib