London, (Antara/AFP) - Angelina Jolie dan Menteri Luar Negeri Inggris William Hague pada Selasa akan membuka konferensi empat hari yang berupaya untuk mengakhiri kekerasan seksual di daerah konflik.
Pertemuan tersebut akan dihadiri oleh para pejabat senior dari sekitar 100 negara, termasuk Menteri Luar Negeri Amerika Serikat John Kerry.
Mereka akan bergabung dengan 900 orang lain yang terdiri dari ahli, aktivis masyarakat sipil, korban kekerasan seksual, dan sejumlah pemimpin agama.
Konferensi yang akan bertempat di Excel Centre, London, itu merupakan pertemuan terbesar yang membahas kekerasan seksual di medan perang.
Mengenai pertemuan tersebut Kerry menulis di harian Inggris, Evening Standard, dan menyatakan bahwa "kekerasan seksual terjadi di setiap negara dan merupakan tindakan yang merendahkan martabat kemanusiaan."
Diplomat utama Amerika Serikat itu mengatakan bahwa kekerasan seksual di daerah konflik harus dikategorikan sebagai kejahatan internasional besar dan mendesak setiap pemerintahan untuk tidak menyediakan tempat yang aman bagi para pelaku "tindakan keji" itu.
"Kita harus bersama-sama menyatakan: mereka tidak dapat lari dan bersembunyi di sini," kata Kerry.
Sementara itu Menteri Luar Negeri Inggris William Hague mengatakan bahwa dia tergerak oleh persoalan kekerasan seksual di zona konflik oleh film berjudul "In the Land of Blood and Honey" yang disutradarai Jolie.
Film Jolie yang rilis tahun 2011 itu berkisah tentang cinta dengan latar perang Bosnia 1994. Hague menyatakan bahwa dalam konflik tersebut 50.000 perempuan telah diperkosa.
Hague dan Jolie, yang juga merupakan utusan khusus badan PBB untuk pengungsi, pernah mengunjungi Kongo dan Bosnia untuk mengkampanyekan persoalan kekerasan seksual sehingga menjadi perhatian dunia.
Hague berharap konferensi "Global Summit to End Sexual Violence" akan menciptakan "momentum yang kami mulai untuk mengakhiri budaya impunitas."
Salah satu korban kekerasan seksual di Kolombia yang sekarang menjadi wartawan, Jineth Bedoya Lima, akan menjadi salah satu pembicara dalam konferensi itu.
"Untuk pertama kalinya dalam sejarah ada pertemuan puncak untuk mengecam kejahatan yang biasanya sengaja dibuat tidak terlihat atau didiamkan oleh sebagian besar negara," kata Bedoya Lima. (GM.N.Lintang/R. Nurdin)