Makassar (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Luwu Utara, Sulawesi Selatan, terus menggencarkan sosialisasi di seluruh kecamatan di daerah itu terkait netralitas aparatur sipil negara (ASN) dalam Pilkada Serentak 2024.
Komisioner Bawaslu Luwu Utara Tasran melalui keterangannya diterima di Makassar, Kamis, mengatakan, sosialisasi tersebut dilakukan guna memastikan integritas dan netralitas ASN agar tidak terlibat dalam politik praktis serta menjaga keberlangsungan pilkada yang adil dan demokratis.
"Kita semua berharap agar pelaksanaan pilkada ini berjalan lancar, aman, jujur, adil dan demokratis. Kami pun berharap seluruh ASN, TNI dan Polri tetap menjunjung netralitas pada pilkada ini " ujarnya.
Tasran pun menekankan pentingnya netralitas ASN sebagai bagian dari kewajiban aparatur negara. Menurut dia, netralitas ASN adalah sikap tidak memihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan lain selain kepentingan negara dan bangsa.
Ia menjelaskan dalam Pasal 9 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN juga dijelaskan bahwa ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik.
"Ini berarti ASN harus menjaga jarak dari segala bentuk kepentingan politik yang dapat mengganggu profesionalisme dan tugas mereka sebagai abdi negara," katanya.
Adapun sejumlah larangan bagi ASN yang diatur dalam Pasal 71 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan, antara lain pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI, Polri, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Adapun bentuk-bentuk perbuatan yang dapat dikenakan sanksi meliputi; hadir dalam kampanye pasangan calon, memberikan sambutan dalam kampanye, berfoto dengan pasangan calon dan/atau dengan simbol tertentu.
Kemudian memasang alat peraga atau bahan kampanye di rumah atau barang milik pribadi, memfasilitasi kegiatan kampanye, memposting dukungan dan/atau citra diri pasangan calon di media sosial, mengundang pasangan calon untuk hadir di kegiatan kecamatan/kelurahan serta memerintahkan, mengarahkan, menghimbau, atau menyeru orang lain untuk memilih pasangan calon.
Bagi ASN yang melanggar larangan tersebut, kata dia, dalam Pasal 188 UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan mengatur bahwa mereka akan dikenakan sanksi pidana.
"Pejabat yang melanggar ketentuan ini dapat dipidana penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama enam bulan atau dikenakan denda antara Rp600 ribu hingga Rp 6.000.000.
Selain sanksi pidana, juga dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang disiplin PNS mengatur larangan dan sanksi yang berkaitan dengan tahapan pilkada.
Dalam Pasal 5 huruf n disebutkan bahwa PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon kepala daerah atau pasangan calon melalui berbagai cara, termasuk ikut dalam kampanye, menjadi peserta kampanye, atau memfasilitasi kampanye dengan menggunakan fasilitas negara.
"Sanksi administratif bagi ASN yang melanggar dapat berupa hukuman disiplin ringan hingga berat, seperti teguran lisan, pemotongan tunjangan kinerja, hingga pemberhentian dari jabatan," ucapnya.