Jakarta (ANTARA Sulsel) - Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengeluarkan meterai tempel dengan desain baru sebagai pengganti meterai tempel lama desain tahun 2009, yang mulai berlaku pada 17 Agustus 2014.
Direktur Transformasi Proses Bisnis bertindak selaku Pejabat Pengganti Direktur P2 Humas Ditjen Pajak Wahju Tumakaka dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Minggu, menjelaskan meterai desain baru ini diluncurkan untuk mencegah pemalsuan atau penggunaan meterai bekas pakai.
Meterai tempel desain tahun 2014 ini berwarna biru untuk nominal Rp3.000 dan hijau untuk nominal Rp6.000. Pada meterai desain baru tahun 2014 terdapat hologram di bagian kiri, sedangkan di meterai lama tidak terdapat hologram.
Perforasi bentuk bintang juga ada di sebelah kiri meterai desain baru, sedangkan pada meterai lama ada di sebelah kanan. Di bagian bawah meterai desain baru terdapat motif rosette yang dapat berubah warna jika dimiringkan ke sudut tertentu dengan perubahan warna hijau ke biru untuk nominal Rp3.000 dan magenta ke hijau untuk nominal Rp6.000.
Bagi masyarakat yang masih memiliki meterai lama desain baru tahun 2009, meterai tersebut tidak dapat ditukarkan dengan meterai desain tahun 2014 yang baru, namun masih dapat digunakan sampai dengan 31 Maret 2015.
Bea meterai merupakan pajak atas dokumen dan pajak tidak langsung yang dipungut secara insidental jika dibuat dokumen yang disebut oleh Undang-Undang Bea Meterai 1985 atas suatu keadaan, perbuatan, atau peristiwa dalam suatu masyarakat.
Obyek bea meterai antara lain surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata, akta-akta notaris termasuk salinannya dan akta-akta yang dibuat Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Selain itu, surat-surat yang memuat jumlah uang, cek dan bilyet giro, surat berharga seperti wesel, promes dan aksep, efek dan sekumpulan efek dengan nama dan dalam bentuk apapun, serta dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di pengadilan. A.F. Firman