Staf Ahli Menko Polhukam dan Kakanwil Kemenkumham Sulsel bahas imigran pencari suaka
Makassar (ANTARA) - Tiga Staf Ahli Menko Polhukam melakukan kunjungan kerja ke Sulawesi Selatan (Sulsel) dan menemui Kepala Kanwil (Kakanwil) Kemenkumham setempat, pada Rabu (19/5), guna membahas penanganan imigran pencari suaka atau juga dikenal dengan sebutan pengungsi luar negeri, yang ada di wilayah tersebut.
Tiga orang Staf Ahli (Sahli) Menko Polhukam itu yakni Laksda TNI Yusup (Staf Ahli Bidang Kedaulatan Wilayah dan Kemaritiman), Mayjen TNI Rukman Ahmad (Staf Ahli Bidang Sumber Daya Manusia dan Teknologi), dan Asmarni (Staf Ahli Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup).
Kakanwil Kemenkumham Sulsel Harun Sulianto yang menerima kunjungan kerja tiga Staf Ahli Menko Polhukam itu menyampaikan bahwa total imigran pencari suaka di Sulsel sebanyak 1.631 orang yang berasal dari 8 negara Asia dan 5 negara Afrika.
"Mereka tersebar di 20 Community House (CH) yang ada di wilayah hukum Polrestabes Makassar," ujarnya.
Menurut Harun, berdasarkan Perpres Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri, maka Satker Imigrasi yang menangani pengungsi adalah Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim).
Sejauh ini, pihaknya telah melakukan sosialisasi terkait informasi permasalahan pengungsi dengan tim pengawasan orang asing (Timpora) tingkat provinsi, kabupaten kota dan Timpora di bandara dan pelabuhan laut.
Juga telah ada SK Wali Kota Makassar Tahun 2019 tentang Satgas Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri di Kota Makassar.
Pada 2020 pihaknya telah melakukan penempatan ke negara ketiga (resettlement) terhadap 47 orang pengungsi, melakukan pemulangan sukarela sebanyak 9 orang, dan pemindahan antar Rudenim sebanyak 29 orang.
Dalam jangka panjang, menurut Harun, pihaknya menyarankan agar ada revisi Perpres 125 Tahun 2016. Juga harus ada strategi nasional penanganan pengungsi luar negeri dan ada antisipasi jika IOM (International Organization for Migration) tidak mampu lagi membiayai para pengungsi tersebut.
Sementara itu, Laksda TNI Yusup mengungkapkan bahwa perlu ada tindakan khusus terhadap imigran gelap dan pengungsi agar nantinya tidak membebani negara.
Kemudian Mayjen TNI Rukhman Ahmad menyampaikan bahwa keberadaan imigran gelap harus diketahui asal-usul dan tujuannya karena hal ini menyangkut dengan keamanan negara.
“Akses keamanan dan masalah sosial, kita harus lihat juga dari sisi apakah kelompok ini murni hanya imigran gelap mencari hidup atau lanjut ke negara lain. Ini harus diwaspadai dan jangan sampai dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk hal-hal yang kaitannya dengan keamanan negara," ujar Rukhman.
Sahli Asmarni sependapat dengan Mayjen TNI Rukhman bahwa pembiaran imigran gelap akan menjadi beban negara dan keamanan negara terganggu. Untuk itu perlu ada desakan terhadap UNHCR untuk mencari negara ketiga.
Hadir dalam acara tersebut Kadiv Keimigrasian Dodi Karnida, Kepala Kantor Imigrasi Makassar Agus Winarto, Kepala Rudenim Makassar Alimuddin, Kabid Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Mirza Akbar, Kasubbid Intelijen Keimigrasian Eko Juniarto dan Kasubbid Penindakan Keimigrasian Kamaluddin. (*/Inf)
Tiga orang Staf Ahli (Sahli) Menko Polhukam itu yakni Laksda TNI Yusup (Staf Ahli Bidang Kedaulatan Wilayah dan Kemaritiman), Mayjen TNI Rukman Ahmad (Staf Ahli Bidang Sumber Daya Manusia dan Teknologi), dan Asmarni (Staf Ahli Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup).
Kakanwil Kemenkumham Sulsel Harun Sulianto yang menerima kunjungan kerja tiga Staf Ahli Menko Polhukam itu menyampaikan bahwa total imigran pencari suaka di Sulsel sebanyak 1.631 orang yang berasal dari 8 negara Asia dan 5 negara Afrika.
"Mereka tersebar di 20 Community House (CH) yang ada di wilayah hukum Polrestabes Makassar," ujarnya.
Menurut Harun, berdasarkan Perpres Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri, maka Satker Imigrasi yang menangani pengungsi adalah Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim).
Sejauh ini, pihaknya telah melakukan sosialisasi terkait informasi permasalahan pengungsi dengan tim pengawasan orang asing (Timpora) tingkat provinsi, kabupaten kota dan Timpora di bandara dan pelabuhan laut.
Juga telah ada SK Wali Kota Makassar Tahun 2019 tentang Satgas Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri di Kota Makassar.
Pada 2020 pihaknya telah melakukan penempatan ke negara ketiga (resettlement) terhadap 47 orang pengungsi, melakukan pemulangan sukarela sebanyak 9 orang, dan pemindahan antar Rudenim sebanyak 29 orang.
Dalam jangka panjang, menurut Harun, pihaknya menyarankan agar ada revisi Perpres 125 Tahun 2016. Juga harus ada strategi nasional penanganan pengungsi luar negeri dan ada antisipasi jika IOM (International Organization for Migration) tidak mampu lagi membiayai para pengungsi tersebut.
Sementara itu, Laksda TNI Yusup mengungkapkan bahwa perlu ada tindakan khusus terhadap imigran gelap dan pengungsi agar nantinya tidak membebani negara.
Kemudian Mayjen TNI Rukhman Ahmad menyampaikan bahwa keberadaan imigran gelap harus diketahui asal-usul dan tujuannya karena hal ini menyangkut dengan keamanan negara.
“Akses keamanan dan masalah sosial, kita harus lihat juga dari sisi apakah kelompok ini murni hanya imigran gelap mencari hidup atau lanjut ke negara lain. Ini harus diwaspadai dan jangan sampai dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk hal-hal yang kaitannya dengan keamanan negara," ujar Rukhman.
Sahli Asmarni sependapat dengan Mayjen TNI Rukhman bahwa pembiaran imigran gelap akan menjadi beban negara dan keamanan negara terganggu. Untuk itu perlu ada desakan terhadap UNHCR untuk mencari negara ketiga.
Hadir dalam acara tersebut Kadiv Keimigrasian Dodi Karnida, Kepala Kantor Imigrasi Makassar Agus Winarto, Kepala Rudenim Makassar Alimuddin, Kabid Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Mirza Akbar, Kasubbid Intelijen Keimigrasian Eko Juniarto dan Kasubbid Penindakan Keimigrasian Kamaluddin. (*/Inf)