Menghadapi era baru pupuk organik bersubsidi
Oleh Dr. Ladiyani Retno Widowati, MSc. dan Dr. Destika
Jakarta (ANTARA) - Indonesia memasuki babak baru pengembangan pupuk organik yang layak didukung bersama.
Presiden Joko Widodo meminta Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk anorganik dalam rapat terbatas pada 27 April 2023.
Presiden menugaskan Menteri Pertanian agar menggenjot penggunaan pupuk organik bagi para petani.
Presiden bahkan meminta agar aturan pupuk bersubsidi pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022 disesuaikan untuk mencapai tujuan tersebut.
Pada aturan tersebut pupuk yang semula disubsidi hanya dua jenis. Pertama, pupuk tunggal urea yang hanya mengandung nitrogen. Kedua, pupuk majemuk NPK yang mengandung nitrogen, fosfor, dan kalium sekaligus.
Presiden menegaskan pupuk organik harus kembali disubsidi dengan mengubah Permentan Nomor 10 secara cepat dengan proses yang tetap tepat dan cermat.
Dukungan pemerintah terhadap pertanian organik juga harus menghidupkan produsen pupuk organik di masyarakat dalam bentuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Sebelumnya memang pupuk organik berbentuk granul alias butiran itu pernah disubsidi, tetapi kemudian dihentikan.
Perintah Presiden untuk meningkatkan penggunaan pupuk organik memang tepat. Hasil monitoring status bahan organik tanah di lahan sawah intensif oleh Kementerian Pertanian pada 2019 mengungkap bahwa 66 persen lahan sawah intensif di Indonesia memiliki kadar bahan organik rendah yaitu kurang dari 2 persen.
Hanya 27 persen lahan sawah intensif yang memiliki kadar bahan organik sedang (2-4 persen) yang umumnya berada di campuran tanah bergambut dan tanah mineral. Sedikit sekali, 8 persen, lahan sawah intensif yang memiliki kadar bahan organik relatif tinggi (lebih dari 4 persen) yaitu di tanah gambut, tanah sulfat masam, rawa lebak.
Kadar bahan organik tanah di Indonesia rendah karena proses pelapukan yang intensif. Semua mafhum, Indonesia berada di wilayah tropis dengan curah hujan dan temperatur yang tinggi sehingga bahan organik mudah tercuci atau terurai cepat sehingga hilang.
Demikian pula perubahan penggunaan lahan dan sistem pengelolaan lahan yang tidak mengembalikan bahan organik ke dalam tanah menyebabkan kehilangan bahan organik dalam tanah menjadi dipercepat oleh manusia.
Kualitas Pupuk Organik
Ini menjadi momentum semua pihak untuk berupaya menyoroti mutu dan kualitas pupuk organik padat agar menguntungkan petani sebagai pengguna dan juga UMKM sebagai produsen.
Standar mutu diperlukan untuk melindungi petani sebagai konsumen. Petani memerlukan jaminan untuk memperoleh pupuk yang berkualitas serta aman bagi kesehatan dan keselamatan manusia.
Standar mutu juga dibutuhkan untuk melindungi produsen dari aspek pemalsuan serta panduan dalam memproduksi pupuk.
Standar mutu juga memastikan pupuk organik yang diberikan tetap melindungi dan memelihara sumberdaya alam dan lingkungan.
Tentu standar mutu juga menjadi acuan bagi pemerintah untuk melakukan pengawasan pupuk sebagaimana tertuang dalam SNI 7763:2018 tentang Mutu Pupuk Organik Padat.
Pupuk organik merupakan sebutan untuk pupuk yang berasal dari bahan organik seperti sisa biomassa tanaman dan hewan termasuk kotorannya yang telah melalui proses rekayasa biologis sebagaimana tertuang dalam Permentan Nomor 1 tahun 2019.
Pupuk organik dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
Pupuk organik memiliki keunggulan karena mengandung unsur hara lengkap (makro primer, makro sekunder, mikro), asam organik, ZPT, enzim, vitamin.
Meskipun demikian, pupuk organik memiliki kelemahan karena semua kandungan yang disebut di atas kadarnya rendah.
Pupuk organik juga mengandung hara utama berupa C-organik alias karbon organik yang menjadi sebagai sumber makanan mikroba di dalam tanah. Kualitas pupuk organik tersebut ditentukan oleh bahan baku.
Di dalam sistem pertanian pupuk organik mempunyai peranan penting. Ia berperan sebagai pembenah tanah yang mampu memperbaiki struktur tanah sehingga kondisi lingkungan tanah optimum untuk pertumbuhan tanaman.
Pupuk organik dapat meningkatkan penyerapan air sehingga kondisi tanah tetap lembab terutama pada musim kemarau.
Pupuk organik juga dapat meningkatkan aktivitas, keragaman, dan jumlah mikroorganisme tanah.
Pada akhirnya pupuk organik dapat memperbaiki sifat kimia tanah sehingga siklus dan penyediaan hara menjadi lebih baik karena dapat menjadi penyeimbang dan penyedia sebagian hara terutama hara mikro.
Namun, yang perlu disadari bersama, pada pertanian modern yang memiliki siklus tanam dan panen secara kontinyu serta membutuhkan hara dalam jumlah yang tertentu, maka pupuk organik tidak dapat menggantikan penggunaan pupuk anorganik hingga 100 persen.
Pupuk organik hanya dapat mengefisienkan atau menghemat pupuk anorganik. Peran pupuk organik lebih kepada memperbaiki kondisi fisik, kimia, dan biologi tanah sehingga fungsi utamanya sebagai pembenah tanah.
Ketika semua persyaratan kandungan kimia pupuk organik terpenuhi serta bebas dari sejumlah cemaran berbahaya, maka hal terpenting yang perlu diperhatikan untuk pupuk organik padat adalah tingkat kekerasan dan kandungan besi (Fe) yang saling berkaitan.
Tingkat kekerasan penting pada pupuk organik granul karena menentukan tingkat kelarutan pupuk. Pupuk organik dengan kandungan besi yang besi tinggi cenderung lebih keras.
Dibutuhkan formulasi yang tepat agar pupuk tidak tidak mudah pecah tetapi tidak terlalu keras. Pupuk organik yang mudah pecah menyulitkan pengemasan serta saat digunakan di lahan rawan tercuci oleh air hujan lalu hilang dari lahan.
Sebaliknya, pupuk yang terlalu keras membuatnya sulit menyatu dengan tanah serta sulit diserap tanaman.
Seringkali ditemukan pupuk yang sangat padat sehingga tetap menggumpal meskipun sudah lewat dua musim tanam. Pemberian pupuk organik pun menjadi sia-sia belaka.
Usulan perbaikan mutu dapat diajukan melalui revisi SNI 7763:2018 tentang Pupuk Organik Padat. Revisi diperlukan guna meningkatkan kualitas pupuk organik sehingga berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas tanah dan tanaman.
Tentu sebagai tindak lanjut perintah Presiden tersebut, maka Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Sumberdaya Lahan Pertanian (BBPSI-SDLP), Badan Standardisasi Instrumen Pertanian Kementerian Pertanian, dapat mengusulkan revisi SNI 7763:2018 (PNPM) dan rumusan strategi kebijakan tata kelola subsidi pupuk khususnya untuk pupuk organik bersama pihak terkait seperti Ditjen PSP, Badan SDM, produsen pupuk BUMN dan swasta, serta akademisi.
Di sisi lain pemerintah juga harus melakukan identifikasi wilayah yang memiliki petani aktif dalam menerapkan low carbon farming.
Biasanya petani di wilayah tersebut telah mampu membuat dan menggunakan kompos pada lahan pertanian secara mandiri.
Pendampingan kepada mereka harus terus dilakukan agar praktek baik tersebut dapat berjalan secara konsisten dan dapat ditularkan ke wilayah lainnya.
Petani yang sudah berperan aktif menerapkan low carbon farming dapat diberikan penghargaan berupa insentif tunai.
Cara ini dapat menjadi bentuk lain dari subsidi pemerintah kepada produsen pupuk yaitu subsidi kepada petani yang mengembalikan jerami padi 100 persen ke dalam tanah termasuk membenamkan pupuk kandang ke lahannya.
Pada akhirnya untuk mendukung produksi pertanian di masa ini kadar bahan organik tanah memang harus dijaga dan ditingkatkan.
Diharapkan pupuk organik yang disubsidi harus lebih berkualitas atau bisa disebut dengan pupuk organik plus (pupuk organik yang diperkaya) agar pengaruhnya pada tanah dan produktivitas tanaman dapat dirasakan petani.
Produsen pupuk organik harus konsisten memperhatikan kuantitas dan kualitas bahan baku, mengawasi proses sesuai SOP yang ditetapkan serta melakukan quality control terhadap produk akhir, memastikan penyimpanan dan pengemasan yang baik, dan distribusi yang tidak menurunkan kualitas.
Produsen pupuk organik dan pengguna pupuk organik memerlukan pendampingan dan edukasi agar paham fungsi bahan organik serta penggunaannya.
*) Dr. Ladiyani Retno Widowati, MSc. adalah Kepala Balai Pengujian Standar Instrumen Tanah dan Pupuk, Kementerian Pertanian dan Dr. Destika Cahyana, SP, M.Sc adalah Peneliti di Pusat Riset Tanaman Pangan, Badan Riset dan Inovasi Nasional.
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Tulisan ini juga telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menghadapi era baru pupuk organik subsidi
Presiden Joko Widodo meminta Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk anorganik dalam rapat terbatas pada 27 April 2023.
Presiden menugaskan Menteri Pertanian agar menggenjot penggunaan pupuk organik bagi para petani.
Presiden bahkan meminta agar aturan pupuk bersubsidi pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 10 Tahun 2022 disesuaikan untuk mencapai tujuan tersebut.
Pada aturan tersebut pupuk yang semula disubsidi hanya dua jenis. Pertama, pupuk tunggal urea yang hanya mengandung nitrogen. Kedua, pupuk majemuk NPK yang mengandung nitrogen, fosfor, dan kalium sekaligus.
Presiden menegaskan pupuk organik harus kembali disubsidi dengan mengubah Permentan Nomor 10 secara cepat dengan proses yang tetap tepat dan cermat.
Dukungan pemerintah terhadap pertanian organik juga harus menghidupkan produsen pupuk organik di masyarakat dalam bentuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Sebelumnya memang pupuk organik berbentuk granul alias butiran itu pernah disubsidi, tetapi kemudian dihentikan.
Perintah Presiden untuk meningkatkan penggunaan pupuk organik memang tepat. Hasil monitoring status bahan organik tanah di lahan sawah intensif oleh Kementerian Pertanian pada 2019 mengungkap bahwa 66 persen lahan sawah intensif di Indonesia memiliki kadar bahan organik rendah yaitu kurang dari 2 persen.
Hanya 27 persen lahan sawah intensif yang memiliki kadar bahan organik sedang (2-4 persen) yang umumnya berada di campuran tanah bergambut dan tanah mineral. Sedikit sekali, 8 persen, lahan sawah intensif yang memiliki kadar bahan organik relatif tinggi (lebih dari 4 persen) yaitu di tanah gambut, tanah sulfat masam, rawa lebak.
Kadar bahan organik tanah di Indonesia rendah karena proses pelapukan yang intensif. Semua mafhum, Indonesia berada di wilayah tropis dengan curah hujan dan temperatur yang tinggi sehingga bahan organik mudah tercuci atau terurai cepat sehingga hilang.
Demikian pula perubahan penggunaan lahan dan sistem pengelolaan lahan yang tidak mengembalikan bahan organik ke dalam tanah menyebabkan kehilangan bahan organik dalam tanah menjadi dipercepat oleh manusia.
Kualitas Pupuk Organik
Ini menjadi momentum semua pihak untuk berupaya menyoroti mutu dan kualitas pupuk organik padat agar menguntungkan petani sebagai pengguna dan juga UMKM sebagai produsen.
Standar mutu diperlukan untuk melindungi petani sebagai konsumen. Petani memerlukan jaminan untuk memperoleh pupuk yang berkualitas serta aman bagi kesehatan dan keselamatan manusia.
Standar mutu juga dibutuhkan untuk melindungi produsen dari aspek pemalsuan serta panduan dalam memproduksi pupuk.
Standar mutu juga memastikan pupuk organik yang diberikan tetap melindungi dan memelihara sumberdaya alam dan lingkungan.
Tentu standar mutu juga menjadi acuan bagi pemerintah untuk melakukan pengawasan pupuk sebagaimana tertuang dalam SNI 7763:2018 tentang Mutu Pupuk Organik Padat.
Pupuk organik merupakan sebutan untuk pupuk yang berasal dari bahan organik seperti sisa biomassa tanaman dan hewan termasuk kotorannya yang telah melalui proses rekayasa biologis sebagaimana tertuang dalam Permentan Nomor 1 tahun 2019.
Pupuk organik dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah.
Pupuk organik memiliki keunggulan karena mengandung unsur hara lengkap (makro primer, makro sekunder, mikro), asam organik, ZPT, enzim, vitamin.
Meskipun demikian, pupuk organik memiliki kelemahan karena semua kandungan yang disebut di atas kadarnya rendah.
Pupuk organik juga mengandung hara utama berupa C-organik alias karbon organik yang menjadi sebagai sumber makanan mikroba di dalam tanah. Kualitas pupuk organik tersebut ditentukan oleh bahan baku.
Di dalam sistem pertanian pupuk organik mempunyai peranan penting. Ia berperan sebagai pembenah tanah yang mampu memperbaiki struktur tanah sehingga kondisi lingkungan tanah optimum untuk pertumbuhan tanaman.
Pupuk organik dapat meningkatkan penyerapan air sehingga kondisi tanah tetap lembab terutama pada musim kemarau.
Pupuk organik juga dapat meningkatkan aktivitas, keragaman, dan jumlah mikroorganisme tanah.
Pada akhirnya pupuk organik dapat memperbaiki sifat kimia tanah sehingga siklus dan penyediaan hara menjadi lebih baik karena dapat menjadi penyeimbang dan penyedia sebagian hara terutama hara mikro.
Namun, yang perlu disadari bersama, pada pertanian modern yang memiliki siklus tanam dan panen secara kontinyu serta membutuhkan hara dalam jumlah yang tertentu, maka pupuk organik tidak dapat menggantikan penggunaan pupuk anorganik hingga 100 persen.
Pupuk organik hanya dapat mengefisienkan atau menghemat pupuk anorganik. Peran pupuk organik lebih kepada memperbaiki kondisi fisik, kimia, dan biologi tanah sehingga fungsi utamanya sebagai pembenah tanah.
Ketika semua persyaratan kandungan kimia pupuk organik terpenuhi serta bebas dari sejumlah cemaran berbahaya, maka hal terpenting yang perlu diperhatikan untuk pupuk organik padat adalah tingkat kekerasan dan kandungan besi (Fe) yang saling berkaitan.
Tingkat kekerasan penting pada pupuk organik granul karena menentukan tingkat kelarutan pupuk. Pupuk organik dengan kandungan besi yang besi tinggi cenderung lebih keras.
Dibutuhkan formulasi yang tepat agar pupuk tidak tidak mudah pecah tetapi tidak terlalu keras. Pupuk organik yang mudah pecah menyulitkan pengemasan serta saat digunakan di lahan rawan tercuci oleh air hujan lalu hilang dari lahan.
Sebaliknya, pupuk yang terlalu keras membuatnya sulit menyatu dengan tanah serta sulit diserap tanaman.
Seringkali ditemukan pupuk yang sangat padat sehingga tetap menggumpal meskipun sudah lewat dua musim tanam. Pemberian pupuk organik pun menjadi sia-sia belaka.
Usulan perbaikan mutu dapat diajukan melalui revisi SNI 7763:2018 tentang Pupuk Organik Padat. Revisi diperlukan guna meningkatkan kualitas pupuk organik sehingga berpengaruh nyata terhadap peningkatan produktivitas tanah dan tanaman.
Tentu sebagai tindak lanjut perintah Presiden tersebut, maka Balai Besar Pengujian Standar Instrumen Sumberdaya Lahan Pertanian (BBPSI-SDLP), Badan Standardisasi Instrumen Pertanian Kementerian Pertanian, dapat mengusulkan revisi SNI 7763:2018 (PNPM) dan rumusan strategi kebijakan tata kelola subsidi pupuk khususnya untuk pupuk organik bersama pihak terkait seperti Ditjen PSP, Badan SDM, produsen pupuk BUMN dan swasta, serta akademisi.
Di sisi lain pemerintah juga harus melakukan identifikasi wilayah yang memiliki petani aktif dalam menerapkan low carbon farming.
Biasanya petani di wilayah tersebut telah mampu membuat dan menggunakan kompos pada lahan pertanian secara mandiri.
Pendampingan kepada mereka harus terus dilakukan agar praktek baik tersebut dapat berjalan secara konsisten dan dapat ditularkan ke wilayah lainnya.
Petani yang sudah berperan aktif menerapkan low carbon farming dapat diberikan penghargaan berupa insentif tunai.
Cara ini dapat menjadi bentuk lain dari subsidi pemerintah kepada produsen pupuk yaitu subsidi kepada petani yang mengembalikan jerami padi 100 persen ke dalam tanah termasuk membenamkan pupuk kandang ke lahannya.
Pada akhirnya untuk mendukung produksi pertanian di masa ini kadar bahan organik tanah memang harus dijaga dan ditingkatkan.
Diharapkan pupuk organik yang disubsidi harus lebih berkualitas atau bisa disebut dengan pupuk organik plus (pupuk organik yang diperkaya) agar pengaruhnya pada tanah dan produktivitas tanaman dapat dirasakan petani.
Produsen pupuk organik harus konsisten memperhatikan kuantitas dan kualitas bahan baku, mengawasi proses sesuai SOP yang ditetapkan serta melakukan quality control terhadap produk akhir, memastikan penyimpanan dan pengemasan yang baik, dan distribusi yang tidak menurunkan kualitas.
Produsen pupuk organik dan pengguna pupuk organik memerlukan pendampingan dan edukasi agar paham fungsi bahan organik serta penggunaannya.
*) Dr. Ladiyani Retno Widowati, MSc. adalah Kepala Balai Pengujian Standar Instrumen Tanah dan Pupuk, Kementerian Pertanian dan Dr. Destika Cahyana, SP, M.Sc adalah Peneliti di Pusat Riset Tanaman Pangan, Badan Riset dan Inovasi Nasional.
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Tulisan ini juga telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menghadapi era baru pupuk organik subsidi