Jakarta (ANTARA) -
Karakteristik pengembangan teknologi untuk perang generasi kelima tidak dapat memilih hanya mengembangkan salah satunya saja, kata Andi di sela-sela acara Seminar Internasional Air Power "Pembangunan Kekuatan Udara Nasional untuk Menghadapi Ancaman pada Era Perang Generasi Kelima" di Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta, Rabu.
"Jadi kita tidak bisa memilih, misal hanya mengembangkan fighter saja, atau mengembangkan surveillance saja, atau mengembangkan cyber saja. Itu tidak bisa," katanya.
Hal itu lantaran karakteristik pengembangan teknologi generasi kelima harus dilakukan secara simultan atau bersamaan, tambahnya.
Oleh karena itu, dia berharap pengembangan teknologi generasi kelima dapat segera diutamakan, karena sudah banyak negara-negara di dunia dengan angkatan bersenjata matra siber.
"Sekarang banyak angkatan udara yang siber sudah jadi matra sendiri, komandannya di tempat. Space sudah jadi matra sendiri, komandannya di tempat. Jadi kayak AS, Cina, Rusia, bahkan Australia itu angkatan bersenjatanya sudah enam atau tujuh angkatan. Tidak lagi tiga konvensional seperti dulu, misalnya di tahun 40-an atau 50-an," paparnya.
Di TNI, menurutnya, untuk matra siber mungkin sudah ada rintisan di masing-masing satuan, hanya saja belum merambah ke domain ruang angkasa.
"Belum ke sana, mungkin nanti akan kita mulai pada saat nanti Indonesia merencanakan menggelar satelit pertahanan, satelit militer dimulai dari sekarang," tukasnya.
Perkembangan alat utama sistem pertahanan (alutsista) juga nantinya tidak hanya berkutat soal menggabungkan pesawat tempur dengan rudal, tetapi bakal ditambahkan dengan mekanisme surveillancei, menurutnya.
"Kalau di Angkatan Udara itu pengembangan dari Air Defense Identification Zone dan System (ADIS); lalu bagaimana itu nanti dikombinasikan lintas domain dengan apa yang dikembangkan di matra lain," katanya.
Sementara itu, Kepala Staf TNI Angkatan Udara (Kasau) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo mengatakan perang generasi kelima akan bertumpu pada kekuatan non-kinetik atau tanpa mengandalkan senjata konvensional.
"Hal ini dapat berupa disrupsi energi, sosial dan ekonomi, hingga disinformasi," kata Fadjar.
Menurut dia, peperangan tak kasat mata tersebut akan menggunakan serangan siber atau cyber attack dengan memanfaatkan teknologi terbaru, seperti AI (Artificial Inteligence), dan autonomous system.
Secara lebih dalam, lanjutnya, persiapan menghadapi perang generasi kelima itu akan melibatkan elemen-elemen, seperti network centric thinking, combat cloud construct, multidomain battle, serta fusion world warfare.
"Hal itu akan menjadi kapabilitas atau atribut baru dalam kompetisi keunggulan militer," kata penerbang pesawat tempur A-4 Skyhawk dengan callsign "Bobcat" itu.
Oleh karena itu, Fadjar mengatakan TNI AU harus bersiap dalam menyikapi tantangan masa depan tersebut, dengan membangun kekuatan udara yang mampu mendayagunakan integrasi data dan konektivitas.