Anggota DPR : Perlu kajian lebih dalam soal usulan perubahan jadwal pilkada 2024
Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Yanuar Prihatin menilai perlu dilakukan kajian lebih mendalam soal usulan perubahan jadwal Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 yang dimajukan dari 27 November menjadi September.
"Perubahan jadwal ini berpotensi menimbulkan kegaduhan baru, sekaligus mendorong munculnya ketidakpercayaan publik kepada penyelenggara pemilu dan pembuat undang-undang," kata Yanuar dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
Menurut Yanuar, perubahan tersebut terkesan dipaksakan karena berlangsung di tengah berlangsungnya tahapan Pemilu Serentak 2024. Oleh karena itu, dia meminta semua pihak terkait untuk lebih fokus dalam menyukseskan tahapan yang sedang berjalan agar pemilu pada tanggal 14 Februari 2024 berjalan lancar.
Dia juga mengingatkan bahwa banyak sekali terpaan angin kencang yang membuat turbulensi politik naik di tengah persiapan Pemilu 2024.
Tantangan itu, sebutnya, mulai dari usulan penundaan jadwal, perpanjangan masa bakti presiden menjadi tiga periode, pengambilalihan kewenangan penataan daerah pemilihan (dapil) dari pembuat undang-undang ke penyelenggara pemilu, debat sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup, hingga masalah batas umur calon presiden.
Lalu, lanjutnya, saat ini muncul perdebatan baru tentang perubahan jadwal Pilkada Serentak 2024. Yanuar menilai tidak menutup kemungkinan masih ada lagi isu lain terkait pemilu yang masih disimpan untuk dikeluarkan pada waktu berikutnya.
"Penetapan jadwal pilkada serentak bulan November 2024 adalah amanat undang-undang," tegasnya.
Apabila perubahan jadwal Pilkada 2024 diusulkan saat pembahasan jadwal pemungutan suara Pileg dan Pilpres 2024, menurutnya, maka dinamika politik saat ini pasti lebih kondusif dan secara psikologis tidak akan menimbulkan prasangka, karena jadwal pilkada serentak ditetapkan bersamaan dengan jadwal pemilu.
"Pelaksanaan pilkada serentak di bulan November 2024 akan lebih netral dari kemungkinan intervensi Pemerintah, sebab pemerintahan baru belum terkonsolidasi secara sempurna di bulan November 2024," ujar Yanuar.
Baca juga: Menkopolhukam: Usulan tunda Pilkada 2024 tidak relevan
"Perubahan jadwal ini berpotensi menimbulkan kegaduhan baru, sekaligus mendorong munculnya ketidakpercayaan publik kepada penyelenggara pemilu dan pembuat undang-undang," kata Yanuar dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
Menurut Yanuar, perubahan tersebut terkesan dipaksakan karena berlangsung di tengah berlangsungnya tahapan Pemilu Serentak 2024. Oleh karena itu, dia meminta semua pihak terkait untuk lebih fokus dalam menyukseskan tahapan yang sedang berjalan agar pemilu pada tanggal 14 Februari 2024 berjalan lancar.
Dia juga mengingatkan bahwa banyak sekali terpaan angin kencang yang membuat turbulensi politik naik di tengah persiapan Pemilu 2024.
Tantangan itu, sebutnya, mulai dari usulan penundaan jadwal, perpanjangan masa bakti presiden menjadi tiga periode, pengambilalihan kewenangan penataan daerah pemilihan (dapil) dari pembuat undang-undang ke penyelenggara pemilu, debat sistem pemilu proporsional terbuka atau tertutup, hingga masalah batas umur calon presiden.
Lalu, lanjutnya, saat ini muncul perdebatan baru tentang perubahan jadwal Pilkada Serentak 2024. Yanuar menilai tidak menutup kemungkinan masih ada lagi isu lain terkait pemilu yang masih disimpan untuk dikeluarkan pada waktu berikutnya.
"Penetapan jadwal pilkada serentak bulan November 2024 adalah amanat undang-undang," tegasnya.
Apabila perubahan jadwal Pilkada 2024 diusulkan saat pembahasan jadwal pemungutan suara Pileg dan Pilpres 2024, menurutnya, maka dinamika politik saat ini pasti lebih kondusif dan secara psikologis tidak akan menimbulkan prasangka, karena jadwal pilkada serentak ditetapkan bersamaan dengan jadwal pemilu.
"Pelaksanaan pilkada serentak di bulan November 2024 akan lebih netral dari kemungkinan intervensi Pemerintah, sebab pemerintahan baru belum terkonsolidasi secara sempurna di bulan November 2024," ujar Yanuar.
Baca juga: Menkopolhukam: Usulan tunda Pilkada 2024 tidak relevan