Medan (ANTARA) - Ekonom dari Universitas Sumatera Utara (USU) Wahyu Ario Pratomo mengatakan, pelaksanaan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 31/2023 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 96/2023 harus diiringi penegakan hukum tanpa pandang bulu.
"Jika begitu, peraturan tersebut akan efektif," ujar Wahyu, di Medan, Jumat.
Adapun Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 yang dimaksud adalah tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik terbit pada September 2023.
Sedangkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96 Tahun 2023 tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak atas Impor dan Ekspor Barang Kiriman.
Menurut Wahyu, idealnya pemerintah mengawasi secara ketat berjalannya kedua regulasi yang dikeluarkan salah satunya demi kepentingan pengusaha UMKM nasional itu. Sebab di lapangan, tidak tertutup kemungkinan terjadinya pelanggaran yang bisa berdampak merugikan.
"Terkadang pelaku kejahatan kreatif mencari cara untuk mengakali peraturan dan memanfaatkan celah," ujar dia pula.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU itu pun berharap, pemerintah dapat mengikuti perkembangan teknologi perdagangan daring (e-Commerce) dan semua inovasinya.
Hal itu, katanya menambahkan, supaya pemerintah dapat melindungi pedagang maupun konsumennya.
"Di masa kini, perkembangan teknologi sulit untuk dihalangi," kata Wahyu.
Pada Permendag Nomor 31 Tahun 2023, satu isinya yang penting yakni soal "social commerce".
Pasal 21 regulasi tersebut menyatakan bahwa pada ayat 2, PPMSE dengan model bisnis lokapasar (marketplace) dan/atau "social-commerce" dilarang bertindak sebagai produsen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang distribusi barang.
Lalu ayat 3 pasal yang sama menyebut bahwa PPMSE dengan model bisnis "social-commerce" dilarang memfasilitasi transaksi pembayaran pada sistem elektroniknya.
Kemudian untuk PMK Nomor 96 Tahun 2023, ada beberapa hal yang mendapatkan perhatian, seperti skema kemitraan antara Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE) dengan Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) yang sebelumnya bersifat opsional, kini menjadi wajib.
PPMSE yang dimaksud adalah yang melakukan transaksi impor barang kiriman dengan jumlah lebih dari 1.000 kiriman dalam periode satu tahun kalender. Sementara PPMSE yang bertransaksi di bawah jumlah tersebut dikecualikan dari kewajiban kemitraan
Lalu, bila pada PMK 199/2019 PPMSE diperlakukan sebagai mitra DJBC (pihak ketiga), pada PMK 96/2023 PPMSE diperlakukan sebagai importir.
Pemerintah pun turut mengatur ketentuan ekspor barang kiriman pada PMK 96/2023. Hal itu bertujuan untuk mendorong ekspor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) seiring dengan meningkatnya perdagangan lintas negara melalui e-Commerce.