PBB: kekurangan BBM jadi sebab utama kematian di Gaza
Jenewa (ANTARA) - Badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) memperingatkan bahwa kekurangan bahan bakar minyak (BBM) akan menjadi penyebab utama kematian di Jalur Gaza jika BBM tidak segera disuplai ke wilayah yang dikepung Israel itu.
“Kita membutuhkan gencatan senjata sekarang, dan juga bahan bakar,” kata Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini dalam konferensi pers di Jenewa, Kamis (16/11).
Berbeda dengan penetapan gencatan senjata yang lama tertunda, menurut dia, keputusan untuk memasok bahan bakar ke Gaza seharusnya segera dijalankan.
"Tetapi semakin kita menunggu, semakin kita akan melihat (tentara) pengepung mengambil alih (kendali) dan ini bisa menjadi alasan utama mengapa orang-orang akan mati dan terbunuh di Jalur Gaza," ujar Lazzarini.
Sejauh ini, kata dia, UNRWA hanya menerima setengah truk bahan bakar pada Rabu (15/11), tetapi Israel membatasi penggunaan bahan bakar tersebut untuk truk bantuan yang tiba di perbatasan Rafah.
“Tidak ada tempat yang aman di Gaza, di utara, di selatan, di tengah-tengah,” kata dia memperingatkan.
Meskipun warga Palestina telah diminta untuk pergi dari utara menuju selatan Gaza, tetapi kenyataannya sepertiga di antara mereka justru tewas di Gaza selatan.
“Jadi selatan tidak aman. Bahkan kompleks PBB pun tidak aman,” kata Lazzarini, merujuk pada 60 bangunan PBB yang telah terkena serangan sejak konflik antara Israel dan kelompok Hamas Palestina dimulai pada 7 Oktober 2023.
Selain itu, ia mencatat bahwa UNRWA kehilangan sedikitnya 103 staf selama konflik tersebut.
Soal pembatasan jumlah bantuan yang masuk ke Gaza melalui pintu Rafah yang berbatasan dengan Mesir, Lazzarini mengatakan hampir 10 persen jumlah bantuan masuk ke daerah kantong tersebut sebelum 7 Oktober--ketika kebutuhan warga sangat berbeda dibandingkan setelah meletusnya konflik.
"Sistem yang ada saat ini akan gagal kecuali ada kemauan politik,” ujar Lazzarini, kembali memperingatkan.
Sejak itu, sedikitnya 11.500 warga, termasuk lebih dari 7.800 perempuan dan anak-anak, tewas terbunuh sementara 29.200 orang lainnya terluka--berdasarkan data terbaru dari otoritas Palestina.
Ribuan bangunan, termasuk rumah sakit, masjid, dan gereja, juga rusak atau hancur akibat serangan udara dan darat yang tiada henti dari Israel terhadap wilayah kantong yang terkepung tersebut.
Sementara itu, korban tewas di Israel adalah sekitar 1.200 orang, menurut angka resmi.
Sumber: Anadolu
“Kita membutuhkan gencatan senjata sekarang, dan juga bahan bakar,” kata Komisaris Jenderal UNRWA Philippe Lazzarini dalam konferensi pers di Jenewa, Kamis (16/11).
Berbeda dengan penetapan gencatan senjata yang lama tertunda, menurut dia, keputusan untuk memasok bahan bakar ke Gaza seharusnya segera dijalankan.
"Tetapi semakin kita menunggu, semakin kita akan melihat (tentara) pengepung mengambil alih (kendali) dan ini bisa menjadi alasan utama mengapa orang-orang akan mati dan terbunuh di Jalur Gaza," ujar Lazzarini.
Sejauh ini, kata dia, UNRWA hanya menerima setengah truk bahan bakar pada Rabu (15/11), tetapi Israel membatasi penggunaan bahan bakar tersebut untuk truk bantuan yang tiba di perbatasan Rafah.
“Tidak ada tempat yang aman di Gaza, di utara, di selatan, di tengah-tengah,” kata dia memperingatkan.
Meskipun warga Palestina telah diminta untuk pergi dari utara menuju selatan Gaza, tetapi kenyataannya sepertiga di antara mereka justru tewas di Gaza selatan.
“Jadi selatan tidak aman. Bahkan kompleks PBB pun tidak aman,” kata Lazzarini, merujuk pada 60 bangunan PBB yang telah terkena serangan sejak konflik antara Israel dan kelompok Hamas Palestina dimulai pada 7 Oktober 2023.
Selain itu, ia mencatat bahwa UNRWA kehilangan sedikitnya 103 staf selama konflik tersebut.
Soal pembatasan jumlah bantuan yang masuk ke Gaza melalui pintu Rafah yang berbatasan dengan Mesir, Lazzarini mengatakan hampir 10 persen jumlah bantuan masuk ke daerah kantong tersebut sebelum 7 Oktober--ketika kebutuhan warga sangat berbeda dibandingkan setelah meletusnya konflik.
"Sistem yang ada saat ini akan gagal kecuali ada kemauan politik,” ujar Lazzarini, kembali memperingatkan.
Sejak itu, sedikitnya 11.500 warga, termasuk lebih dari 7.800 perempuan dan anak-anak, tewas terbunuh sementara 29.200 orang lainnya terluka--berdasarkan data terbaru dari otoritas Palestina.
Ribuan bangunan, termasuk rumah sakit, masjid, dan gereja, juga rusak atau hancur akibat serangan udara dan darat yang tiada henti dari Israel terhadap wilayah kantong yang terkepung tersebut.
Sementara itu, korban tewas di Israel adalah sekitar 1.200 orang, menurut angka resmi.
Sumber: Anadolu