Jakarta (ANTARA) - Seorang pemudi tampak kepayahan membongkar beberapa tumpukan barang bekas tak beraturan. Entah apa yang ia rencanakan, namun Rani enggan banyak memilih barang, seolah ia paham apa saja yang akan ia pungut diantara puing tersebut.
Rani yang masih mengenyam bangku SMK itu mengumpulkan puing-puing plastik tak bertuan ke dalam satu wadah yang sudah lusuh karena usia. "Saya sedang mengumpulkan botol plastik, untuk didaur ulang di bank sampah," jelas Rani, sembari memungut beberapa plastik bekas botol minuman.
Bukan pemulung, bukan pula anak yang sulit membayar sekolah, bahkan Rani tengah dalam masa Praktik Kerja Lapangan (PKL) di salah satu bank sampah.
Rani mengumpulkan barang bekas jenis plastik bukan karena kesulitan ekonomi ataupun untuk bertahan hidup. Tapi lebih karena peluang dari nilai tambah plastik bekas.
Yayasan di mana ia mengenyam pendidikan di sekolah, menawarkan bongkahan emas bagi siapa saja yang mampu mengumpulkan plastik bekas dengan standard tertentu. Bukan sayembara, tetapi siapa saja individu yang mampu mengumpulkan sampah plastik dengan nilai setara Rp10 ribu per hari selama 4 bulan, maka akan mendapatkan 1 gram emas logam mulia.
Yayasan Pulo Kambing, Jakarta, memiliki program menyimpan emas atau "Nyi Mas". Sebuah konsep, investasi emas dengan mengumpulkan dari kuantitas botol plastik per kilogram dari tiap nasabah. Berbekal pemahaman emas yang didapat dari kerja sama dengan PT Antam, Ketua Yayasan Pulo Kambing, Vera Nofita, mengadaptasi sebuah kepedulian emas dengan balutan penawaran keuntungan investasi emas.
Sekali dua kayuh, selain program pemberdayaan kebersihan lingkungan, pemberian penawaran emas ternyata dapat memutar roda perekonomian dari seluruh penjuru daerah Indonesia. Sebab, dalam satu kali pengumpulan sampah plastik, nasabah akan mendapatkan keuntungan senilai Rp10.000 minimal, dan itu nantinya yang akan dikonversi menjadi logam mulia.
Vera melihat potensi masyarakat kalangan menengah ke bawah yang beranggapan memiliki emas melalui pengumpulan sampah plastik adalah isapan jempol belaka. Pada peluang tersebut, Vera menilai bahwa masyarakat kalang menengah ke bawah mampu digerakkan untuk melakukan kampanye bank sampah, asalkan bukan hanya sosialisasi semata, tetapi ada imbalan yang dapat mereka kumpulkan.
Jika ditawarkan dalam bentuk uang harian, maka hal tersebut nampak biasa saja. Namun, jika diberikan dalam bentuk emas, maka seakan memiliki nilai tambah daripada nominal uang biasa, sebab harga emas berpotensi bisa menjadi bentuk investasi bagi masyarakat di bawah rata-rata.
Tidak tanggung-tanggung program “Nyimpan Emas” dari Yayasan Pulo Kambing dalam waktu satu tahun sudah memiliki sebanyak lebih dari 80 nasabah, yang terdiri dari perorangan ataupun atas nama komunitas atau koperasi.
Bahkan, untuk nasabah perorangan sudah ada yang mencatatkan mendapatkan emas senilai 80 gram dari pengumpulan sampah plastik. Secara keseluruhan, yayasan sudah mengumpulkan emas seberat hampir 2 kilogram, atau sepanjang tahun 2022 sudah mencapai 1.800 gram emas 24 karat yang diberikan langsung kepada nasabah.
Dengan adanya antusias tersebut, terlebih tidak hanya atas nama perorangan, maka Vera menggandeng berbagai institusi dan lembaga untuk mempermudah pengawasan serta pengumpulan sampah plastik, baik dengan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) bahkan lembaga-lembaga pemerintah. Salah satunya adalah PT Pegadaian.
Menurut Vera, Pegadaian memliki konsep dan visi yang sama dalam mengelola bank sampah. Sehingga kesamaan tersebut ia jajaki untuk mempermudah sistem pengumpulan dan konversi secara digitalisasi.
Sebab Pegadaian memiliki sistem konversi bank sampah menjadi emas secara digital, sehingga nasabah yang tidak menginginkan emas secara fisik atau langsung, pengawasan nilai konversi dari kuantitasnya dapat dipantau melalui sistem tersebut.
Ekonomi hijau dapat dicapai dengan adanya gerakan aktif masyarakat mengelola sampah serta sinergi ekonomi dari lembaga yang memberikan fasilitas, sehingga transaksi itu dapat memutar ekonomi masyarakat dalam bentuk investasi.
Selain nantinya konversi menjadi uang tunai dapat tercapai, memiliki investasi juga perlu menjadi sosialisasi bagi kalangan masyarakat menengah ke bawah.
Vera meyakini kolaborasi dengan lembaga-lembaga khususnya pemerintah dapat memunculkan inovasi serta potensi keekonomian baru yang dapat menciptakan menaikkan pendapatan ekonomi masyarakat.
Dalam kesempatan berbeda, Menteri BUMN, Erick Tohir, menekankan bahwa digitalisasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) bisa meningkatkan kelas dari usaha tersebut. Program ini menjadi salah satu sarana mengarahkan bisnis UMKM pada kepastian dan keberlanjutan usaha.
Program konversi digital UMKM ini juga mampu mendorong transformasi BUMN dalam membentuk ekosistem yang melibatkan UMKM. Ada potensi 6,8 juta nasabah mikro PT Pegadaian (Perseroan) yang dapat diberikan konversi digitalisasi serta pengembangan ekonomi hijau dari pemanfaatan bank sampah menjadi emas.
Dengan adanya kolaborasi langsung dengan masyarakat menengah ke bawah, diharapkan dapat menjaga BUMN tidak bersikap sebagai menara gading yang tinggi menjulang dan tak tersentuh oleh rakyat.
Vera dan Rani dapat menjadi sosok agen yang mampu mengangkat kelas dari masyarakat menengah ke bawah, menjadi nasabah yang mampu menghijaukan lingkungan dalam sekali kayuh dapat memberikan edukasi investasi dalam program bank sampah. ,Bukan hanya pencapaian ekonomi saja, namun mengingatkan pentingnya investasi untuk masa depan.
Berita ini juga telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menyulap sampah menjadi emas