Semarang (ANTARA) - Hari-H pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 sebaiknya tetap pada bulan November sebagai bentuk ketaatasasan. Namun, jika ada kesepakatan antara pemangku kepentingan kepemiluan terkait dengan pemajuan jadwal pemilihan kepala daerah, seyogianya pembentuk undang-undang merevisi terlebih dahulu Undang-Undang tentang Pilkada.
Apabila tidak memungkinkan untuk mengubah undang-undang tersebut di tengah tahapan Pemilu 2024, jadwal hari-H pencoblosan pilkada serentak di 37 provinsi dan 508 kabupaten/kota pada hari Rabu, 27 November 2024, tetap berjalan.
Kalau melihat jumlah provinsi dan kabupaten/kota itu, tidak seluruh daerah mengadakan pesta demokrasi pada tahun depan. Setelah adanya tiga daerah otonomi baru, yakni Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan, jumlah provinsi di Indonesia bertambah menjadi 38 provinsi.
Dengan demikian, tidak semua provinsi menggelar Pilkada 2024, atau hanya Daerah Istimewa Yogyakarta yang tidak menggelar pemilihan gubernur dan wakil gubernur.
Begitu pula pilkada di tingkat kabupaten/kota. Meski terdapat 514 kabupaten/kota, terdapat lima kota administrasi dan satu kabupaten administrasi di Provinsi DKI Jakarta yang tidak menggelar pilkada.
Pemilih di Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Utara, Jakarta Selatan, dan Kabupaten Kepulauan Seribu pada pemilihan kepala daerah, November mendatang, hanya menggunakan hak pilih dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Kendati di DIY serta di lima kota administrasi dan satu kabupaten administrasi itu tidak menggelar pilkada, pada Pemilu 2024 masyarakat yang punya hak pilih ikut menentukan siapa yang layak dan pantas memimpin bangsa ini dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) RI.
Mereka juga menentukan wakil rakyat melalui Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, dan pemilu anggota DPRD provinsi.
Wacana pemajuan pilkada
Wacana perubahan jadwal Pilkada Serentak 2024 yang mengemuka karena terdapat anggapan pemungutan suara pada bulan November tidak sesuai dengan desain awal keserentakan pilkada. Kendati demikian, wacana pemajuan pelaksanaan pilkada yang semula November menjadi September 2024 tentu mengandung konsekuensi.
Hal ini mengingat Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang (UU Pilkada) Pasal 201 ayat (8) telah menetapkan pelaksanaan pilkada pada bulan November 2024.
Jika tetap bertahan dengan alasan bakal muncul suatu potensi permasalahan apabila Pilkada Serentak 2024 tetap pada tanggal 27 November, perlu mengkaji ulang sekaligus mencari solusi dan akar masalahnya.
Idealnya keserentakan tidak hanya pemilihan, tetapi pada tahun yang sama juga ada pelantikan calon terpilih, baik presiden/wakil presiden, anggota legislatif, maupun kepala daerah produk pesta demokrasi pada tahun yang sama. Hal ini perlu diatur secara gamblang dalam regulasi kepemiluan.
Sementara ini aturan yang ada, baru jadwal pengucapan sumpah/janji Presiden dan Wakil Presiden serta anggota DPR dan DPD. Sesuai dengan ketentuan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024, pengucapan sumpah/janji DPR dan DPD pada hari Selasa, 1 Oktober 2024, sedangkan Presiden/Wakil Presiden pada hari Minggu, 20 Oktober 2024.
Keserentakan pemilihan dan pelantikan pada tahun yang sama ini tidak lain agar terjadi terjadi kesamaan masa jabatan. Apabila ada kesamaan masa jabatan dari Pemerintah Pusat hingga daerah, menurut Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian, penyusunan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) 5 tahunan akan sinkron. (Sumber: ANTARA, Selasa, 5 September 2023)
Masa jabatan
Selama ini, Presiden/Wakil Presiden RI dilantik pada tanggal 20 Oktober 2014. Tiga tahun kemudian 101 daerah menggelar Pilkada Serentak 2017. Selang 1 tahun tercatat 171 daerah menggelar Pilkada 2018. Dengan demikian, masa jabatan presiden, gubernur, bupati, dan wali kota tidak berakhir pada tahun yang sama.
Mendagri lantas mencontohkan ketidaksesuaian rencana pembangunan di Sumatera Utara yang terjadi pada tahun 2021. Saat itu warga Liang Melas Datas di Kabupaten Karo mengirimkan 3 ton jeruk kepada Presiden Jokowi.
Kenapa? Karena jalannya tidak dibangun oleh Bupati Karo. Kenapa tidak sinkron dengan rencana pembangunannya? Maka, akhirnya timbullah ide untuk masa jabatan presiden dengan gubernur, bupati, dan wali kota itu tidak jauh beda sehingga paralel.
Alasan yang logis dan patut dipertimbangkan meski terdapat penjabat kepala daerah sampai pelantikan calon terpilih dalam Pilkada 2024. Akan tetapi, hal ini pun jadi perbincangan di tengah publik yang mengusulkan perubahan jadwal pilkada agar roda kepemimpinan pemerintah daerah tidak terlalu lama diisi oleh penjabat kepala daerah.
Oleh karena itu, kerangka waktu tahapan pilkada perlu mendapat perhatian khusus pemangku kepentingan kepemiluan agar pemilihan dan pelantikan serentak pada tahun yang sama. Di sinilah kerangka waktu tahapan pilkada perlu mendapat perhatian khusus ketika merancang PKPU tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2024.
Sesuai dengan kerangka waktu tahapan Pemilu 2024 yang termaktub dalam PKPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024, rekapitulasi hasil penghitungan suara pada tanggal 15 Februari sampai dengan 20 Maret 2024.
Setelah mengetahui hasil pemilu anggota DPRD provinsi dan pemilu anggota DPRD kabupaten/kota, publik akan mengetahui partai politik mana saja yang bisa mengusung pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah.
Berdasarkan Pasal 40 UU Pilkada, partai politik atau gabungan parpol dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPRD atau 25 persen dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilu anggota DPRD di daerah yang bersangkutan.
Setelah pilkada berlangsung, apakah mereka yang terpilih dalam pilkada bisa dilantik pada tahun 2024? Pertanyaan ini perlu diantisipasi pemangku kepentingan pemilu apabila ingin ada keserentakan waktu pelantikan pada tahun yang sama.
Oleh karena itu, jika pelaksanaan pilkada tetap pada bulan November, tampaknya perlu ada pembatasan waktu penyelesaian di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan sengketa hasil pilkada. Kalau tidak memungkinkan, solusinya adalah Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Pilkada untuk memajukan jadwal pemilihan kepala daerah.
Berita Terkait
Belanja pemerintah pusat capai Rp2.098,6 triliun hingga November 2024
Rabu, 11 Desember 2024 20:16 Wib
KPU Makassar mengakui partisipasi pemilih Pilkada 2024 rendah
Rabu, 11 Desember 2024 19:40 Wib
MK menerima tujuh permohonan sengketa pilkada provinsi hingga Rabu sore
Rabu, 11 Desember 2024 16:22 Wib
Polri siap menghadapi tantangan agenda nasional
Rabu, 11 Desember 2024 10:17 Wib
Lifter Rizki Juniansyah meraih medali perak dan perunggu pada Kejuaraan Dunia 2024
Rabu, 11 Desember 2024 10:00 Wib
BSI menargetkan 8.500 peserta di program talenta wirausaha 2024
Rabu, 11 Desember 2024 9:48 Wib
Sembilan paslon di Sulsel mengajukan sengketa pilkada ke MK
Selasa, 10 Desember 2024 21:14 Wib
Polri terus melanjutkan Operasi "Cooling System" pasca-Pilkada 2024
Selasa, 10 Desember 2024 15:12 Wib