Makassar (ANTARA Sulsel) - Kejaksaan Negeri Makassar menghentikan penyelidikan dua kasus dugaan korupsi karena penyidik bagian intelijen tidak menemukan adanya unsur melawan hukum serta nilai kerugian negara yang terlalu kecil.
"Penyelidikan untuk dua kasus itu sudah didalami dan tim tidak menemukan adanya unsur melawan hukum," ujar Kepala Kejari Makassar Deddy Suwardy Surachman di Makassar, Selasa.
Dua kasus yang dihentikan penyelidikannya adalah kasus dugaan pengalihan lahan negara di Bumi Perkemahaan Caddika Bulurokeng dan kasus proyek Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) di Pulau Lakkang, Kecamatan Tallo.
Untuk kasus dugaan pengalihan lahan negara ke pihak swasta di Bumi Perkemahaan Caddika Bulurokeng, tim penyelidik tidak menemukan adanya bukti kuat terkait pengalihan lahan negara tersebut.
Seperti yang dipermasalahan sebelumnya oleh anggota DPRD Makassar, ada lahan seluas tujuh hektare di areal perkemahaan Caddika yang diklaim sebagai aset Pemerintah Kota itu diduga telah lepas.
Dasar laporan dari anggota DPRD itu sesuai dengan hasil inventarisasi aset yang dilakukan oleh Panitia Khusus (Pansus) Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial (Fasum-fasos) beberapa waktu lalu.
Atas dasar temuan itu, Kejari Makassar melakukan pengecekan status lahan seluas tujuh hektare tersebut ke kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Makassar dan hasilnya tujuh hektare lahan itu telah memiliki sertifikat kepemilikan.
Di sisi lain, Pemerintah Kota Makassar juga tidak mampu menunjukkan bukti dokumen yang sah terkait status lahan Caddika. Bahkan setelah dilakukan pengecekan di kantor BPN Kota Makassar, ditemukan fakta luas lahan tersebut hanya 500 are, bukan tujuh hektare seperti yang disangkakan sebelumnya.
"Makanya kasus ini kami hentikan karena tidak menemukan bukti yang kuat untuk melanjutkan kasusnya. Selain itu juga lahannya tidak pernah dialihkan atau diperjualbelikan," jelasnya.
Deddy mengaku, meski telah menurunkan tim guna mengusut kasus ini, namun hingga saat ini pihaknya belum menemukan alat bukti kuat terkait adanya indikasi pelanggaran di lokasi Caddika.
Begitupula hasil koordinasi pihaknya ke lembaga DPRD Makassar yang juga tak mampu membuktikan bahwa lahan tersebut masuk dalam aset Pemkot Makassar.
"Kalau ada yang bisa menunjukkan bukti status lahan ini, kami tidak akan main-main, pasti kami akan tindaklanjuti secara pidana. Tetapi untuk saat ini, ya seperti itu, tidak cukup kuat," tegas Deddy.
Sementara itu penyelidikan kasus proyek Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) di Pulau Lakkang dihentikan karena audit yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulsel hanya menemukan kerugiaan negara sebesar Rp15 juta. Hal itu belum termasuk pipa-pipa yang belum terpasang.
"Jika pipa pipa itu sudah dipasang maka nilai kerugiaan negaranya akan semakin kecil dari hasil audit sebelumnya," tandasnya.
Berita Terkait
Tiga mantan pejabat Kemenhub divonis 5 hingga 7 tahun penjara pada kasus KAI
Senin, 25 November 2024 20:14 Wib
KPK menepis isu muatan politik dalam OTT Gubenur Bengkulu
Senin, 25 November 2024 15:03 Wib
KPK tetapkan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah sebagai tersangka dugaan korupsi
Senin, 25 November 2024 6:58 Wib
Akademisi: Berantas korupsi kurang gesit tanpa UU Perampasan Aset
Minggu, 24 November 2024 16:19 Wib
KPK membawa Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah ke Jakarta
Minggu, 24 November 2024 16:18 Wib
KPK amakan delapan pejabat Pemprov Bengkulu dalam OTT
Minggu, 24 November 2024 16:14 Wib
Tujuh orang di Bengkulu terjaring OTT Komisi Pemberantasan Korupsi
Minggu, 24 November 2024 8:48 Wib
Kejagung menghadirkan lima saksi ahli di sidang praperadilan Tom Lembong
Jumat, 22 November 2024 10:22 Wib